Ludruk Irama Budaya Sinar Nusantara: Cak Durasim Tidak Pernah Mati

Tokoh legendaris ludruk bernama Cak Durasim sesungguhnya tidak pernah mati meski jasadnya ditembus peluru tentara Jepang. Selalu lahir Durasim-Durasim baru yang siap menggantikannya sepanjang masa melanjutkan perjuangan melalui jalur kesenian rakyat.

Itulah intisari pergelaran Lakon “Cak Durasim Sang Pahlawan” yang dimainkan oleh kelompok Irama Budaya Sinar Nusantara di Taman Krida Budaya Jawa Timur, Kota Malang, Sabtu (22/9). Acara ini merupakan rangkaian pergelaran periodik Teater Tradisi dari UPT Taman Budaya Jawa Timur yang kali ini diisi dengan penyaji kelompok ludruk yang bermarkas di Gedung THR Kota Surabaya dibawah pimpinan Cak Deden Irawan dan disutradarai oleh Cak Meimura.

Lakon yang pernah dibawakan beberapa kali di tempat berbeda ini berkisah ihwal biografi perjuangan tokoh ludruk yang bernama Cak Durasim melawan bala tentara Jepang (Nippon). Karena gerak-geriknya dianggap membahayakan oleh Jepang, maka Cak Durasim pun menjadi buronan utama tentara Jepang. Untuk mengelabui tentara Jepang, Cak Durasim menyaru menjadi seorang tandhak ludruk.

Namun penyamarannya terbongkar, Cak Durasim ditembak mati di lokasi ngludruknya saat itu, yakni di sekitaran wilayah Surabaya, dan bukan ketika sedang ngludruk di Desa Mojorejo, Kab. Jombang sebagaimana versi lainnya.

Sajian Remo ditampilan secara bagus oleh tandhak bernama Cak Suwono, dimana senioritas dan pengalamannya di dunia ludruk tidak diragukan, meski terhalang faktor usia. Dalam sesi lawakan Cak Sabil tergolong peludruk yang mumpuni sehingga mampu memberi umpan bagus terhadap dua pelawak yang masih anak-anak meski (sayangnya) menyampaikan persoalan orang dewasa, yaitu korupsi.

Lakon ini tersajikan dengan apik karena faktor seorang Meimura yang dalam jagat teater tidak diragukan kapasitasnya, baik sebagai aktor maupun sebagai sutradara. Pengalaman berteaternya tersebut menjadikan setiap adegannya terasa hidup dan berisi. Adegan yang menarik untuk dicermati adalah ketika menghadirkan sekian anak yang menyiratkan kelahiran Durasim-Durasim yang baru, dimana spirit perjuangan Cak Durasim akan terus hidup.

Hal lain yang menarik dari garapan lakon Ludruk Irama Budaya Sinar Nusantara terletak pada penggunaan properti berupa screen yang berisi ilustrasi gambar yang difungsikan sebagai pengganti kelir. Dalam teater tradisi, hal semacam itu menjadi sesuatu yang baru. Selain itu, kebutuhan properti lainnya untuk lakon juga terpenuhi. (p)

(disadur dari catatan pengamatan Edy Karya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.