Pergelaran

Tekek Kecemplung Kalen

Tekek kecemplung kalen adalah judul daripada sebuah pertunjukan dagelan (lawak) yang dibawakan oleh grup dagelan Liwon Cs. dari Kabupaten Mojokerto. Digawangi oleh 5 orang pemain yakni: Liwon, Memed, Anung, Uyis dan Yanti. Bermain di Gedung Kesenian Cak Durasim pada 25 September 2022. Pergelaran dagelan (lawak) sudah menjadi kegiatan periodik yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Provinsi Jawa Timur sejak tahun lalu. Grup Liwon Cs. kali ini tampil dengan mengusung lakon : “Tekek Kecemplung Kalen”.

Liwon (kaca mata hitam) jelang persiapan kawin namun tak jadi (Foto dok. okto TBJT)

Adegan diawali dengan kidungan yang dibawakan oleh Anung. Karena pertunjukan dagelan ini memang petikan dari konsep dagelan pada kesenian ludruk maka unsur kidungan senantiasa melekat pada awal adegan. Kidungan adalah seni bertutur yang diiringi oleh musik karawitan, biasanya terbingkai dalam gending Jula Juli yang menjadi ciri khas pada kesenian Ludruk. Kidungan berupa pantun (parikan) yang berisi sampiran dan isi atau syair biasanya dibawakan berirama aa-aa. Isi atau pesan yang disampaikan berupa kritik sosial, budaya, ekonomi, politik, pembangunan, agama, moral maupun pendidikan.

Kidungan Jawa Timur menjadi unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dari pertunjukan Ludruk. Kidungan dianggap sebagai media atau sarana penyampaian berbagai macam hal yang langsung berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat. Memvisualisasikan dalam bentuk pantun atau syair berbahasa Jawa menjadi cara pemain kidungan dalam bertutur kepada penonton dengan pesan-pesan tersiratnya.

Salah satu contoh kidungan yang dibawakan oleh Anung dalam bentuk pantun adalah sebagai berikut: “ Pring sinigar digawe galar, tinata rapi banjur digelar (sampiran), pandongaku pengrawit Taman Budaya, ojok nganti buyar (isi)”. Artinya “Bambu dibelah dibuat galah, ditata rapi kemudian digelar (sampiran), doaku semoga para pengrawit Taman Budaya, jangan sampai bubar (isi)”.

Namun tidak harus pantun yang mengandung sampiran dan isi, tapi bentuk syair juga bisa dilantunkan. Sebagai contoh: “Akeh manungso dolor… muter koyo kitiran, ana sing mlayu ngulon… uga ana sing mlayu ngetan, tak delok dolor nang nduwur… pada rebutan jabatan kanca lan kanca… pada sikut-sikutan”. Artinya “Banyak manusia saudara… berputar seperti baling-baling, ada yang berlari ke barat… juga ada yang berlari ke timur, saya lihat saudara di atas… pada rebutan jabatan antara teman dengan teman”.

Foto bersama dengan para penanggung jawab kegiatan beserta piagam penghargaan yang diberikan kepada grup Liwon Cs. (Foto dok. okto TBJT)

Tekek kecemplung kalen merupakan plesetan dari ungkapan bahasa Jawa teklek kecemplung kalen, yang artinya sepasang kekasih atau suami istri yang pernah putus hubungan kemudian tersambung kembali. Karena Liwon adalah orang tua yang digambarkan sebagai seorang hidung belang maka kata “teklek” diganti dengan “tekek” atau binatang semacam cicak yang  punya bunyi nyaring ketika mengeluarkan suara.

Liwon adalah seorang tua yang masih belum bisa menghilangkan sifat hidung belangnya. Gonta ganti pasangan hidup dan selalu putus ditengah jalan. Sifat jelek Liwon ini yang mengundang inisiatif Memed, Uyis dan Anung untuk mengerjainya. Kebetulan Liwon minta dicarikan pasangan lagi kepada mereka bertiga.

Adalah Yanti seorang janda kaya yang juga sedang butuh pasangan hidup. Dipasangkanlah Yanti dengan Liwon. Perkenalan mereka berdua diatur dengan cara didudukkan pada sebuah dipan bambu dengan menyandingkan mereka bedua. Degan syarat Yanti harus diberi kerudung penutup agar tidak langsung tahu siapa calon pasangannya. Sekalian bikin kejutan buat mereka berdua.

Setelah Yanti dipersilahkan membuka kerudung penutupnya, betapa kagetnya dia karena dipertemukan kembali dengan Liwon mantan suaminya yang hidung belang. Kontan Yanti mencak-mencak keluar sifat laki-lakinya karena Yanti adalah seorang transgender. Adegan berakhir pada kemarahan Yanti, pesan moral yang ingin disampaikan pada judul “Tekek Kecemplung Kalen” ini adalah, agar sifat buruk hidung belang itu tidak menjadi perilaku kita, terutama bila umur sudah tua. Menjadi orang tua itu sewajarnya saja, tahu akan ketuaannya, tidak berlagak sok muda karena bagaimanapun fisik sudah tidak menunjang. Menjadi orang tua itu hendaknya bisa lebih bijaksana. (sn)

Seksi Dokumentasi Publikasi

Staff Pada Seksi Dokumentasi Dan Publikasi UPT Taman Budaya Provinsi Jawa Timur, Jabatan Pelaksana : Penyusun Bahan Publikasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.