Pergelaran Ludruk Eka Budaya Dari Kabupaten Mojokerto
UPT. Taman Budaya Jawa Timur kembali menggelar Kesenian Ludruk, grup yang tampil adalah Ludruk Eka Budaya dari Kabupaten Mojokerto. Pergelaran dilaksanakan pada Jumat, 18 Juli 2025 bertempat di Gedung Kesenian Cak Durasim pukul 20.00 wib. Lakon yang akan diusung pada pergelaran ini adalah “Mendhung Mentiung”.

Kesenian ludruk merupakan bentuk teater tradisional asli berasal dari Jawa Timur. Ludruk dikenal dengan pertunjukan yang memadukan unsur drama, komedi, dan musik, serta sering kali menyajikan cerita yang relevan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Ludruk juga menawarkan pengalaman budaya yang kaya dan menghibur. Dengan lakon yang mengangkat isu-isu sosial dan kehidupan sehari-hari, pergelaran ini tidak hanya menghibur tetapi juga memberikan refleksi tentang kehidupan masyarakat.
Seperti banyak terjadi pada bentuk kesenian tradisional lainnya, ludruk juga menghadapi tantangan dalam mempertahankan popularitasnya di era modern ini. Oleh karena itu, upaya pelestarian dan pengembangan kesenian ludruk perlu dilakukan untuk memastikan bahwa warisan budaya ini dapat terus dinikmati oleh generasi mendatang.
Taman Budaya sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Kebudayaan dan pariwisata Provinsi jawa Timur secara rutin menggelar Kesenian Ludruk sebagai upaya pelestarian dan pengembangan kesenian yang menjadi milik masyarakat jawa Timur ini. Pada bulan Juli 2025 ludruk yang dipergelarkan adalah Ludruk Eka Budaya dari kabupaten Mojokerto. Diperkuat oleh 45 seniman baik artis atau pengrawit, Ludruk Eka Budaya diketuai oleh Supo WIbowo. Bertindak selaku sutradara: Nono Asmara; penata artistik: Ghofur Permana: Sri Wulung Jlitheng; Penata Rias: Sri Wijayanti; penata lampu: Heri.

Lakon “Mendhung Mentiung” mengisahkan tentang konflik kecemburuan pribadi antar murid sebuah perguruan akibat perlakuan yang tidak adil dari sang guru perguruan tersebut. Satria dan Mahendra dua saudara seperguruan yang berselisih. Satria menganggap guru mereka tidak adil sehingga menimbulkan rasa sakit hati pada dirinya. Di lain pihak, Kartiko yang merupakan saudara tertua mereka juga memiliki sakit hati kepada Wibisono, suaminya. Hal ini membuat Satria dan Kartiko bekerjasama membuat kerusuhan untuk membalas sakit hati mereka masing-masing.
Pesan moral yang ingin disampaikan pada cerita ludruk ini adalah, kecemburuan hanya akan membawa kehancuran dan kesengsaraan. Jangan biarkan perasaan iri hati menguasai diri, karena itu hanya akan membuat permusuhan dan kehilangan teman, kesempatan, dan bahkan harga diri sendiri. Fokus pada kerja keras, dedikasi, dan kemajuan diri menjadi sesuatu yang harus diutamakan.
Ludruk Eka Budaya adalah grup kesenian ludruk yang bermarkas di Mojokerto. Mereka dikenal karena upaya mereka dalam mempertahankan tradisi ludruk, termasuk mempertahankan pakem-pakem khas ludruk. Meskipun beroperasi di tengah berbagai tantangan, Ludruk Eka Budaya terus berupaya melestarikan kesenian ludruk dan menjadi bagian dari identitas masyarakat Jawa Timur. Berdiri sejak 1997 dan terus eksis hingga sekarang. Masih sering menerima tanggapan, apalagi pada bulan bulan dimana masyarakat sering punya hajat khitanan, pernikahan atau bersih desa Ludruk Eka Budaya kadang sampai satu bulan penuh bermain menghibur masyarakat.

Antusiasme masyarakat untuk menonton kesenian ludruk selalu menjadi yang terfavorit. Setiap kali Taman BUdaya menyelenggarakan pergelaran ludruk kursi di Gedung Kesenian Cak Durasim selalu tidak mampu menampung akibat jumlah penonton yang luar biasa. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Taman Budaya menyediakan semacam nonton bareng yang diselenggarakan di Pendapa Jayengrana melalui video yang dipancarkan melalui layar lebar. (pr)
