Senjata Branomali Seorang Willyday Namali

Oleh: Andri Widi Asmara

Ia duduk di tengah kerumunan latihan pemain gamelan yang melingkarinya. Pembawaanya yang tenang, berbanding terbalik dengan gaya mengabanya. Ia alergi dengan yang tak presisi. Ia tak mau pemainnya menafsir musiknya sendiri. Ini anomali, di mana pengaba karawitan yang lain biasanya membebaskan tafsir pada niyaganya. Beberapa kali ia meminta untuk mengulang permainan di bagian-bagian repertoar yang dianggapnya kurang pas baginya. Ia berpacu dengan kecepatan irama. Matanya fokus menelaah kerumitan harmoni dan metrum. Terkadang senyumnya mengembang ketika apa yang ia harapkan dimainkan dengan pas oleh grupnya, Karawitan Kuping Cumpleng.

Selain mengaba, di sekitarnya terdapat barisan instrumen yang mengitarinya. Kendhang Gedhug Malangan II dan Rebab Jawa. Tak cukup sampai di situ, ia pun bermain dengan bunyi organik yang biasa ditemukan di dunia pertukangan, seperti Electric Hot Gun, Jigsaw, dan Grinder. Ia pun menggelar piranti rekamannya sendiri, seperti laptop yang diisi software seperti Ableton Live dan dihubungkan ke audio interface.

Matanya selalu tertuju pada dua ricikan baru yang diapit seperangkat Gamelan Jawa. Ia memastikan kalau pemainnya selalu stay on the track. Dua ricikan inilah yang tergolong sebagai jenis Gamelan Nâmâlî (gamelan baru yang dibuatnya sendiri) yaitu Lâkyûgân’nyû dan Lâkyûgân’gên. Dua ricikan ini semua berbahan kayu, yang mana memang ia gergaji, rangkai dan tala sendiri. Ricikan baru tersebut tidak dapat digolongkan sebagai Gamelan Jawa, tapi digolongkan sendiri oleh pembuatnya sebagai jenis Gamelan Nâmâlî.

Ia fokus dalam track per track yang melaju. Bûkã Sûwêmbûrât III, judul track pembuka permainan. Bûkã Sûwêmbûrât III lebih terkonsentrasi pada aplikasi alat-alat elektrik pertukangan dan pelarasan ricikan.

Kemudian Lâtnûgn Îtsûg I, menjadi track selanjutnya. Karya ini disusun dengan mempertimbangkan keseimbangan fungsional dari tiap ricikan. Kompleksitas dalam reportoar menjadi kunci dalam pengaplikasian ide, namun beberapa sisi berfokus pada Balungan, Rebab Jawa, dan kelompok ricikan Lâkyûgân.

Track ketiga adalah Lâtnûgn Îtsûg II. Berkesinambungan dengan “Lâtnûgn Îtsûg I”, karya “Lâtnûgn Îtsûg II” lebih menonjolkan kelompok-kelompok ricikan duduk ber-pencu, Kendhang-Kendhang, serta kelompok ricikan Lâkyûgân. Disonansi yang dikemas dengan ritme matematis pada akhirnya memperkuat tafsir prespektif yang dimaksudkan oleh komponisnya.

Pamungkas dari keseluruhan track ialah Süwük Trõcõh. Unsur matematis dalam reportoar ini bukan menjadi kesan utama yang ingin diwujudkan, melainkan efek ‘banyu mili’ dan pemosisian kolotomis secara ketat dan terukur. Gagrak yang diterapkan dalam “Süwük Trõcõh” banyak terinspirasi dari model gendhing-gendhing Sekaten, yang mana lebih menonjolkan imbal pada Balungan. “Karya ini didedikasikan untuk almarhum-almarhum yang telah berjasa bagi perkembangan Karawitan dan Gamelan”, kata komponisnya.

4 karya inilah yang akan dibawakannya, seorang Willyday Namali bersama grupnya Karawitan Kuping Cumpleng pada Gelar Composer 2022. Kerumitan, kecepatan, dan kemutakhiran masih melandasi proses kreatifnya.

Seksi Dokumentasi Publikasi

Staff Pada Seksi Dokumentasi Dan Publikasi UPT Taman Budaya Provinsi Jawa Timur, Jabatan Pelaksana : Penyusun Bahan Publikasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.