Purwanta dan Sekilas Eksplorasi Musiknya di Vertigong (1)
Oleh: Erie Setiawan
Pagi ini, 3 Maret 2022, saya mengunjungi Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK) di kawasan selatan Yogyakarta, tepatnya di Dusun Kembaran, Tamantirto, Kasihan, Bantul. Tempat ini, bagi saya, terhitung sudah tidak asing lagi; dan bagi masyarakat Yogyakarta khususnya pecinta seni kreasi tradisi-kontemporer, pasti punya memori dengan tempat ini, barang secuil pasti punya.
Bisa dikatakan bahwa PSBK menjadi salah satu ruang sentral pementasan seni yang sangat bersejarah. Maklum, pendirinya, alm. Bagong Kussudiardja, telah mulai merintis padepokan ini sejak dekade 1970-an, hingga PSBK resmi berdiri pada 2 Oktober 1978, dan terus bertahan hingga saat ini.
Salah satu ruang di area PSBK, selain pendapa, ruang pameran, tempat pertunjukan, juga terdapat sebuah studio musik, di mana pendiriannya diinisasi Butet Kertaradjasa dan Djaduk Ferianto beserta kawan-kawan Kua Etnika. Studio musik tersebut berada di bagian depan kompleks PSBK, bersebelahan dengan halaman depan. Di Studio inilah, yang kemudian dinamakan Studio Kua Etnika, Djaduk dan rekan-rekan biasa berproses, tak terkecuali Purwanta. Studio ini pun juga bisa dipakai oleh umum, untuk sekadar latihan hingga rekaman. Tujuan saya ke Studio Kua Etnika ini tak lain adalah untuk menyimak latihan Vertigong sembari melakukan wawancara dengan Pak Pur.
“Dulu sebelum studio ini dibangun, kami latihan di sebelah situ, Mas… (sambil menunjuk sebuah tempat di sebelah studio). Dulu di situ gudang, jadi selain panas, juga suaranya kurang nyaman, tapi seru waktu itu, kira-kira pas proses Kua Etnika album pertama, sekitar 1995-1996,” kisah Purwanta.
Kami mengobrol beberapa saat sebelum Vertigong akan memulai latihan pada pukul 09.00 WIB. Yang pernah saya ketahui, di dalam tradisi berproses Kua Etnika, mereka terkenal sangat disiplin. Jadi misalnya latihan terjadwal jam 9, seluruh personil sudah tiba maksimal 15 menit sebelumnya. “Itu bener, Mas, kalau terlambat malah malu sendiri,” ujar Purwanta sambil agak terkekeh.
Pagi ini rencana Vertigong akan latihan selama kurang lebih 3 jam, atau bisa extend jika para personil luang waktu. Mereka akan melatih satu persatu repertoar yang akan dibawakan di Gelar Komposer nanti.
Berdasarkan catatan dari Pak Pur, Vertigong akan membawakan empat repertoar, yaitu: Overhead, Terarus, Moe, dan Vertigong. Formasi Vertigong kali ini adalah Purwanta (Komposer, Bonang, Alat Musik Etnik), Dhany Eriawan Wibowo (Bass), Benny Fuad Herawan (Drum), Neo Prasetyo (Keyboard), dan Silir Pujiwati (Vokal).
Sekilas mengenai Repertoar Vertigong
Overhead bagi Purwanta merupakan repertoar yang unik. “Di karya ini saya hanya pakai 3 personil dan 3 instrumen,” ujarnya. Formasi minimalis ini bagi Purwanta juga merupakan tantangan tersendiri untuk mewujudkan nilai artistik dalam takaran yang ingin dicapai. Purwanta merancang repertoar ini sarat dengan teknik dan skill yang juga menjadi tantangan tersendiri bagi personil. “Walaupun begitu, saya kepengen ‘talirasa’ antar personil bisa terjadi cukup ‘pekat’, supaya tercapai keutuhan ‘nyawa’, baik dalam komposisi, interaksi, maupun permainan musiknya,”ungkap Purwanta.
Repertoar selanjutnya, Terarus, sebenarnya dianggap Purwanta sudah ‘usang’, karena struktur dan tema sudah ada belasan tahun silam. Repertoar ini pun pernah dipentaskan. Namun saat ini, Purwanta ingin menyegarkan kembali dengan memodifikasi larasnya menjadi slendro, serta memodifikasi beberapa bagian. Purwanta tidak ingin bercerita apa pun melalui Terarus. Ia hanya menginginkan agar ramuan antara nada-nada pentatonis dan diatonis dapat menghasilkan kejumbuhan (persatuan), blanded dan ‘kempel’/wutuh (menyatu). “Di repertoar ini saya hanya mengandalkan tema yang kuat, progres yang jelas, sehingga dinamikanya terasa hidup,” ungkap Purwanta.
Moe adalah repertoar yang berbeda, ringan dengan desain semi aransemen, ada syair yang relatif dominan, selayaknya lagu-lagu pada umumnya. Yang membuat berbeda dari repertoar ini, menurut Purwanta, ada pada struktur lagu: “Di dalamnya ada ‘ruang-ruang’ yang dimaksudkan untuk mengeksplorasi beberapa instrumen dalam rangka mempertajam tema, “ ujar Purwanta. Apa artinya Moe? “Moe adalah kata ganti orang kedua. Repertoar ini bercerita tentang cinta. Sebuah tema yang universal dan dekat dengan ruang hidup aktivitas lahir batin manusia,” jelas Purwanta.
Yang terakhir adalah repertoarVertigong. Di dalam repertoar ini Purwanta mencoba menggabungkan spirit yang berangkat dari pertemuan antara musik berbasis tradisi (Jawa) dengan spirit musik Jazz. “Dua wilayah musik itu menurut saya menjadi basis ide kreatif untuk melahirkan komposisi-komposisi yang dinamis, yang memberikan ruang luas untuk mengeksplorasi teknik permainan sekaligus pencapaian harmoni antar keduanya,” kata Purwanta.