Pergelaran Topeng Dalang Sinar Sumekar Sumenep Madura
Taman Budaya Jawa Timur kembali menggelar pertunjukan Topeng Dalang dari Kabupaten Sumenep Madura, setelah lebih dari satu dasawarsa tidak pernah menggelar pertunjukan ini. Diselenggarakan di gedung kesenian Cak Durasim pada 10 September 2022. Grup yang mengisi pergelaran yakni Grup Sinar Sumekar dari Desa Gapura Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep. Lakon yang ditampilkan pada pergelaran kali ini adalah “Gatutkaca Gandrung”.
Pada awalnya kesenian Topeng Dalang banyak digunakan sebagai kesenian yang dipertontonkan pada upacara bersih desa, ruwatan dan hajatan baik pernikahan atau khitanan. Namun dalam perkembangannya pertunjukan Topeng Dalang juga berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat yang biasanya diadakan dalam bentuk arisan yang diadakan setiap setengah bulan sekali yang pertunjukannya hanya dipentaskan lebih singkat sekitar 3-4 jam saja. Lakon yang diceritakan tergantung pada permintaan yang mendapat arisan. Pertunjukan biasanya dilakukan sebebas mungkin dan semenarik mungkin, agar dapat menghibur masyarakat. Alur cerita terkadang keluar dari cerita pakem dengan menambah unsur cerita modern yang kekinian.
Tetapi walaupun begitu pertunjukan Topeng Dalang yang berkaitan dengan upacara tradisioanal masih tetap dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga naluri semata-mata. Boleh dikatakan masyarakat masih mempertahankan nalurinya tentang kesenian ini karena hal itu sebagai bukti betapa kuatnya tradisi itu berurat berakar dalam kehidupan masyarakat khususnya di Kabupaten Sumenep.
Kesenian rakyat Madura ini diperkirakan telah berkembang sejak abad ke XV, pada saat Prabu Menak Sanoyo, cucu Prabu Brawijaya dari kerajaan Majapahit yang memerintah Paropo, Pamekasan, yang ingin menghidupkan pewayangan dan seni pedalangan di Madura. Mulanya, wayang topeng atau topeng dalang ini hanya dimainkan oleh kerabat keraton karena tujuannya untuk menghormati para tamu agung yang datang ke keraton Jambringen. Namun lambat laun, kesenian ini keluar dari pintu keraton dan mulai menyebar hingga segala penjuru Pulau Madura.
Bentuk topeng yang digunakan dalam wayang topeng Madura berbeda dengan tampilan topeng yang ada di Jawa, Sunda dan Bali. Topeng Madura pada umumnya memiliki ukuran yang lebih kecil. Bentuk topeng ini tidak sepenuhnya menutupi wajah penari. Dagu masih terlihat, sehingga gerak dagu dalam setiap pementasan tidak dapat disembunyikan.
Dalam topeng dalang Madura, peran dalang amat penting, serupa dengan dalang Wayang Kulit Purwa. Para penari Wayang Topeng Madura sama sekali tidak membawakan dialog, karena tugas itu dikerjakan oleh dalang. Sementara para pemain wayangnya hanya menggunakan bahasa gerak dan gerak tari mengikuti monolog dalang, namun terlihat seolah-olah pemain wayangnya yang berbicara. Namun tidak menutup kemungkinan ada tokoh yang ikut berbicara langsung dalam dialog dengan sang dalang. Biasanya tokoh bijak yang memerankan tokoh dalam Topeng Dalang tersebut, misalnya Semar. Di jaman dulu, hanya laki-laki yang boleh mementaskan wayang topeng ini. Namun seiring dengan kemajuan zaman dan kebutuhan masyarakat, maka akhirnya perempuan diperbolehkan ikut tampil dalam kesenian ini.
Grup Topeng Dalang Sinar Sumekar yang pentas di Gedung Kesenian Cak Durasim para pemainnyapun sudah campur antara laki-laki dan perempuan. Dan rata-rata masih muda, bahkan ada yang seusia sekolah. Hal ini patut menjadi apresiasi karena eksistensi Wayang Topeng ternyata masih disenangi dan ditekuni oleh anak-anak muda yang mayoritas justru lebih menyukai kesenian luar yang cenderung sangat kurang nilai edukatif yang disajikan.
Grup Kesenian Topeng dalang Sinar Sumekar Kabupaten Sumenep berjumlah 30 personil, mulai pengrawit dan pemain, dan diketuai oleh Akhmad Darus. Memainkan lakon “Gatutkaca Gandrung”, alur cerita pada Topeng Dalang Madura ini mirip dengan ceruta pada wayang Jawa, karena memang dari Jawalah kesenian tersebut berasal. Hanya saja ada improvisasi cerita yang memasukkan cerita modern pada Topeng Dalang. Hal ini bisa jadi untuk tetap eksistensi kesenian Topeng Dalang agar tetap disukai oleh masyarakat.
Raden Gatotkaca ksatria Pringgondani jatuh cinta pada Endang Pergiwa, yang kebetulan adalah putri dari Raden Janoko, pamannya. Pucuk dicinta ulam tiba, cinta mereka saling berbalas. Namun hubungan kasih mereka berkendala. Raden Arjuna tidak menyetujui hubungan itu. Alagi hasutan Patih Sengkuni yang hendak menjdodohkannya dengan Laksmana Mandrakumara putera Duryudana. Dan juga bumbu fitnah yang disebarkan oleh Durna membuat Gatutkaca ciut nyalinya. Werkudara bapaknya juga tidak setuju malah gatutkaca dihajar agar tidak meneruskan perasaan cintanya pada pergiwa. Berbagai upaya dilakukan demi mewujudkan cinta kasih kedua insan ini. Dengan bantuan dari Prabu Kresna, akhirnya mendapatkan titik temunya dan Raden Gatotkaca dan Endang Pergiwa bertemu di pantai Lombang yang berpasir putih di Madura. Kemudian dapat bersatu dalam sebuah pernikahan. (sn)