Berita

Workshop Sabet Tematik Wayang Purwa

Jum’at, 20 Oktober 2023, Taman Budaya Jawa Timur menyelenggarakan Workshop Sabet Tematik Wayang Kulit Purwa. Dengan narasumber Ki Cahyo Kuntadi dan Ki Bagong Pujiono yang merupakan dosen Jurusan Pedalangan di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Acara Workshop dilaksanakan mulai pukul 09.00 wib sampai dengan selesai, melibatkan anak-anak dan remaja, dalam hal ini dari sekolah seni dan sekolah yang ada di Surabaya, yang aktif dalam kegiatan kesenian tradisional. Diantaranya adalah: SMKN 12, SMPN 4, SMPN3, SMPN 1, SMPN 12, SMA Untag’45, SMA Tri Murti dan juga sekolah lain yang ada di Surabaya raya, yang kurang lebih dihadiri 150 peserta.

Ki Bagong Pujiono (kiri) sedang memberikan teori Sabet Tematik kepada para peserta (Foto dok. TBJT)

Sesi pertama disampaikan oleh Ki Bagong Pujiono yang menjelaskan teoritis makna Sabet Tematik Wayang. Sabet sendiri mengandung makna semua gerak wayang di atas panggungan. Unsur-unsur sabet sendiri meliputi:

1. Bedholan : peristiwa akan berakhirnya suatu adegan 2. Tanceban : mengatur tanceban wayang di atas panggungan dalam posisi berhenti baik berupa tokoh tunggal atau ganda. 3. Cepengan : tehnik memegang wayang. Bagaimana posisi jari-jari tangan ketika memegang wayang. 4. Solah : gerak wayang di atas panggungan yang diperoleh dari garapan medium gerak. Gerak solah wayang dipengaruhi oleh karakter wayang, besar kecilnya wayang, suasana/situasi batin tokoh dan peristiwa lakon. Ragam gerak wayang representative (ulat-ulatan, ulap-ulapan, lumaksana, ngantem, njambak dll) dan gerak non representative (pilesan, gendiran dll). Ada gerak blangkon dan gerak bebas tergantung imajinatif dan kreatifitas sang dalang. 5. Entas-entasan : peristiwa pengambilan wayang dari atas panggungan ke luar panggungan. Ada entas-entasan hidup (membebaskan wayang secara hidup) dan entasentasan mati (membebaskan wayang tanpa ekspresi)

Ki Cahyo Kuntadi sedang memberi contoh soal Sabet Tematik melalui bahasa gerak wayang kepada peserta workshop (Foto dok. TBJT)

6. Olah/garap bayangan ( Ki Purbo Asmoro menambahkan unsur ini ke dalam unsur sabet). Bahwasannya dalam setiap gerak wayang selalu memperhatikan garap bayangan. Dalang harus selalu memperhatikan palemahan, artinya setiap wayang harus berpijak ke palemahan sebagai tanah, kecuali untuk gerak wayang mabur atau terbang. Setiap gerak apapun selalu mempertimbangkan garap bayangan. 7. Terkait/sesuai dengan iringan. Gerak wayang selalu disesuaikan dengan iringan/karawitan pakeliran. 8. Uda negara. Setiap pola gerak wayang selalu memperhatikan unggah-ungguh, etika dan estetika. 9. Pemilihan wayang (bentuk dan wanda). Gerak wayang juga mempertimbangkan ukuran besar kecilnya wayang juga bentuk dan wanda wayang, hal ini akan mempengaruhi pola geraknya.

Garap sabet juga disesuaikan dengan: 1. Karakter / berhubungan dengan penokohan, situasi kondisi tertentu (tokoh tersebut sedang bagaimana) serta etika dan estetika. Tokoh yang ditampilkan karakternya seperti apa, situasi batinnya sedang bagaimana, senang, sedih, bahagia, bimbang, ragu dan sebagainya. 2. Penokohan / Kesesuaian ragam gerak dengan tokoh, dan wujud wayang yang dipilih. 3. Makna tematik / Dengan mengolah tokoh utama, sabet tematik adalah sabet yang berbicara melalui gerak wayang tanpa dialog namun bisa dipahami oleh penghayat, ada pesan dalang yang bisa ditangkap oleh penghayat melalui sabet yang disajikan.

Pembicara kedua Ki Cahyo Kuntahdi mencoba menjelaskan secara praktek apa yang telah disampaikan oleh pembicara sebelumnya. Melalui petikan dua lakon Wayang “Kunti Pinilih” dan “Dewa Ruci”. Pada lakon Kunti Pinilih dijelaskan oleh Ki Cahyo bagaimana dengan dua tokoh yakni: Kunti dan Pandu, hanya dalam bahasa gerak wayang bisa ditangkap makna dalam adegan soal memadu kasih, cemas, marah dan takut. Karena Di satu sisi sangat mencintai Pandu namun di sisi lain Kunti cemas dengan dirinya yang sedang hamil akibat kesaktian Dewa Surya.

Peserta diberi kesempatan memperakan gerak wayang dipandu salah seorang mahasiswa ISI Surakarta Jurusan Pedalangan (Foto dok. TBJT)

Pada contoh lakon Dewa Ruci segala gerak gerik tokoh Werkudara bisa dengan mudah ditangkap makna ceritanya dalam bahasa gerak wayang tanpa harus memahami bahasa. Bagaimana Werkudara dilarang oleh saudara-saudaranya untuk tidak mengikuti perintah gurunya Resi Durna dalam mencari mencari ilmu kesempurnaan hidup. Bratasena harus mencari Kayu Gung Susuhing Angin yang berada di Gunung Candramuka di hutan Tikbrasara. Mendengar hal tersebut, Bratasena langsung percaya dan minta doa restu Durna untuk mencarinya meskipun banyak sekali rintangannya. Bratasena tidak mengetahui siasat yang direncanakan oleh Durna dan para Kurawa karena ia percaya bahwa guru itu selalu mengajarkan kebaikan.

Hanya dengan solah wayang peserta bisa memahami petikan cerita ketika Werkudara dilarang oleh saudara-saudaranya, kemudian Werkudara berangkat menjalani perintah dengan mengatasi segala rintangan, semua dijelaskan secara detail oleh Ki Cahyo Kuntadi. Peragaan di kelir diperagakan oleh salah seorang mahasiswa dari ISI Surakarta. Beberapa pesertapun diberikan kesempatan untuk mencoba memperagakan sabet tematik secara sederhana.

Harapan yang ingin dicapai pada Workshop Sabet Tematik Wayang Purwa kali ini disamping mengenalkan wayang pada generasi muda juga menggugah para siswa untuk semakin mencintai dan kesenian wayang, mengenali dan memahami nilai filosofi wayang melalui sabet tematik dengan bahasa gerak yang sederhana.  Cerita wayang itu mengandung nilai-nilai dan muatan pendidikan moral melalui lakon yang dimainkan.

Pemberian penghargaan kepada perwakilan peserta workshop oleh Kepala Taman Budaya Jawa Timur Ali Ma’ruf, S.Sos., M.M. (Berikat kepala hitam) didampingi narasumber Kasie Penyajian Seni Budaya dan pimpinan rombongan dari ISI Surakarta (Foto dok. TBJT)

Wayang kulit sebagai cikal dari berbagai jenis wayang sekarang sudah sangat dikenal oleh masyarakat luas. Wayang kulit sendiri telah diakui menjadi Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau karya kebudayaan yang mengagumkan di bidang cerita narasi dan warisan budaya yang indah dan berharga. Ditetapkan UNESCO pada 7 November 2003 dan pada tanggal tersebut ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia menjadi “Hari Wayang nasional”. Siapa lagi pemegang estafet kelestarian wayang itu kalau tidak generasi muda, dari workshop ini diharapkan menjadi sumbangsih bagi bangsa agar wayang tetap lestari dan semakin berkembang dan disukai anak muda. (sn)

Seksi Dokumentasi Publikasi

Staff Pada Seksi Dokumentasi Dan Publikasi UPT Taman Budaya Provinsi Jawa Timur, Jabatan Pelaksana : Penyusun Bahan Publikasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.