Pergelaran Ketoprak Padepokan Seni Kirun (Padski) Lakon “Lintang Rinonce”
Seni ketoprak adalah seni pertunjukan rakyat tradisional yang sangat dikenal ditengah masyarakat, khususnya di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur dan DIY. Ketoprak merupakan kesenian Jawa tradisional yang penyajiannya menggunakan Bahasa Jawa. Jalan cerita di dalam pementasan Ketoprak bermacam-macam, mulai dialog tentang sejarah, sampai cerita fantasi yang biasanya selalu didahului dengan alunan tembang-tembang Jawa yang indah. Kostum dan dandanannya selalu disesuasikan dengan adegan dan jalan cerita.
Di samping dilihat dari unsur tontonan yang dapat menyampaikan pesan-pesan moral, maka ketoprak bisa juga difungsikan sebagai kritik sosial yang disampaikan melalui unsur cerita yang dipentaskan atau karakter tokoh yang memerankan lakon. Media pertunjukan ketoprak harus diakui sebagai sarana yang tepat untuk penyampaian sebuah ide gagasan kepada masyarakat melalui bahasa simbol halus dan tidak vulgar sebagaimana karakter yang ada pada masyarakat Jawa. Karena kebanyakan masyarakat (terutama Jawa) menganut paham paternalistik (KKBI: sistem kepemimpinan yang berdasarkan hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin, seperti hubungan antara ayah dan anak) tentu sangat tabu apabila mengkritik secara langsung apalagi yang dikritik adalah pimpinan. Mengkritik dengan cara menyindir melalui tokoh-tokoh yang diperankan atau pada dialog-dialognya merupakan langkah yang tepat.
Taman Budaya Jawa Timur pada Sabtu, 12 Februari 2022, menggelar pertunjukan ketoprak dengan lakon: “Lintang Rinonce”. Grup yang mengisi acara adalah Padepokan Seni Kirun (Padski) dari Kabupaten Madiaun. Lakon “Lintang Rinonce” merupakan lakon fiktif dengan setting cerita sejarah masa lalu pada kehidupan masyarakat Jawa era kerajaan Mataram Islam.
Diceritakan ada seorang Tumenggung yang gila hormat dan kemewahan bernama Tumenggung Wirayuda yang diperankan oleh HM. Syakirun. Tumenggung Wirayuda adalah sosok Tumenggung yang menjadi bawahan dari Kadipaten Sokadana. Lagak seorang Tumenggung yang jumawa dan gila kehormatan diperankan oleh HM. Syakirun dengan gaya lawakan khas yang mengocok perut. Kebijakan-kebijakannya yang otoriter sering mendapat kritikan dari salah satu bekelnya yang bernama Bekel Utoro (diperankan oleh Sentot) yang mengambil sikap oposisi dengan kebijakan sang Tumenggung. Perdebatan dari dua tokoh itu yang bila dibawakan pada ketoprak serius berlangsung panas dan tegang, namun karena ketoprak Padski identik dengan ketoprak humor maka dialog perdebatan dari kedua tokoh itu menjadi lucu dan sangat menghibur membuat para penonton tertawa.
Tumenggung Wirayuda begitu hormat dan patuh pada seorang pangeran yang mengaku dari Kerajaan Tanjungpura. Sampai anak perempuan sulungnya yang bernama Puspitaningrum (diperankan oleh Kanti) diijinkan untuk dipinang oleh Pangeran Jati Kusuma (diperankan oleh Ahmad Dipojono) yang diragukan kualitas akhlaknya oleh Bekel Utoro. Felling Bekel Utoro ternyata benar, Pangeran Jati Kusuma ternyata berakhlak tidak baik, setelah mendapatkan restu dari Tumenggung Wirayuda untuk meminang Puspitaningrum, pangeran bermental jelek ini ternyata menghendaki juga Puspitasari (diperankan oleh Dina) adik dari Puspitaningrum untuk dijadikan istri.
Ketika sedang menggoda Puspitasari disaksikan para emban, tindakan buruk Pangeran Jatikusuma itu ketahuan oleh Puspitaningrum. Tentu saja Puspitaningrum marah dan menuduh adiknya berusaha merebut pangeran pujaan hati dari sisinya. Pembelaan diri Puspitasari yang dikuatkan oleh persaksian para emban tidak di dengar oleh Puspitanigrum. Apalagi dikuati dengan alibi yang diucapkan oleh Pangeran Jati Kusuma yang memojokkan Puspitasari dengan menuduhnya berusaha merebut dirinya dari kakaknya.
Geger soal asmara itu pada akhirnya ditengahi oleh Tumenggung Wirayuda, dan diputuskan bahwa Puspitasari yang bersalah kemudian diusir dari Katumenggungan oleh ramanya. Dalam perjalanan menuju tempat yang tidak menentu, Puspitasari diiringi para emban menangis tersedu-sedu. Namun ternyata niat busuk Pangeran Jati Kusuma belum terhenti. Segera disusul pelarian Puspitasari itu dan pemaksaan kehendaknya untuk memperistri Puspitasari tetap dilanjutkan. Puspitasari bersama para emban lari sekencang mungkin hingga akhirnya ditolong oleh seorang senapati baik hati bernama Senapati Aji Manggala (diperankan oleh Krisna).
Pangeran Jati Kusuma dihentikan di tengah jalan oleh Senapati Aji Manggala. Penampilan Senapati Aji Manggala disamarkan dengan pemakaian topeng pada wajahnya karena mereka berdua sama-sama berasal dari Kerajaan Tanjungpura. Kemudian diungkap kepribadian jelek sang pangeran melalui nasehat-nasehat yang mengingatkan dirinya. Namun Pangeran Jati Kusuma tidak terima kemudian terjadilah pertarungan sengit diantara keduanya. Pangeran Jati Kusuma kalah kemudian dirangket, dan lampu black out adegan selesai.
Ada gambaran karakter menarik pada tokoh-tokoh yang memerankan lakon “Lintang Rinonce”, yang patut disoroti adalah sosok Tumenggung Wirayuda yang sangat gila kehormatan dan kemewahan sehingga menyerahkan saja anak perempuan sulungnya kepada Pangeran Jati Kusuma yang berhati culas dan khianat. Sehingga nasehat dari Bekel Utara yang ternyata benar adanya tak digubris, malah bekel yang jujur itu dimusuhi. Demi sebuah harapan akan derajat, kehormatan dan kemewahan diserahkan saja anak kesayangannya pada seorang pangeran berhati bejad. Di zaman sekarang karakter semacam ini tentu saja banyak ditemui di tengah masyarakat, para orang tua yang kolot yang memaksa pernikahan anak perempuannya atas dasar derajat, pangkat dan kekayaan. Tanpa menyeleksi terlebih dahulu kualitas mental yang ada pada calon menantu masih saja sering kita temui.
Pertunjukan berlangsung kurang lebih dua jam mulai pukul 19.00 – 21.00 wib. dan disiarkan langsung melalui Chanel Youtube Cak Durasim milik UPT. Taman Budaya Jawa Timur. Pertunjuan dihadiri pula oleh Kadisbudpar Prov. Jatim Sinarto, S.Kar., M.M. Sekeretadis Dinas Dian Okta Yoshinta, S.H., M.PSDM., Kepala UPT. Taman Budaya Samad Widodo S.S., M.M. dan beberapa Kepla Bidang/UPT. Di lingkup Disbudpar Prov. Jatim. (s.)