BeritaPergelaran

Dalang Ki Putut Puji Agusena, Lakonkan Cerita “Sesaji Rajasuya”

Untuk pertama kalinya pada Tahun 2022, Taman Budaya Provinsi Jawa Timur menggelar wayang kulit dengan Dalang Ki Putut Puji Agusena dari Kabupaten Magetan. Pertunjukan kali ini tidak diselenggarakan di Pendapa Jayengrana seperti biasanya, namun diadakan di dalam Gedung Kesenian Cak Durasim (19/02/2022).

Pertarungan Prabu Jarasanda dan Raden Werkudara dengan teknik sabet yang bagus dibawakan oleh Ki Putut (foto dok. TBJT)

Pemindahan pergelaran yang biasanya di Pendapa Jayengrana ke Gedung Cak Durasim dilakukan karena situasi pandemi covid-19 yang belum hilang dari bumi Indonesia. Pembatasan jumlah penonton yang hanya 100 orang lebih memudahkan panitia untuk melokalisir dan menerapkan protokoler dengan tempat duduk yang diberi jarak.

Dalang Ki Putut Puji Agusena membawakan lakon “Sesaji Rajasuya”. Dalang Jebolan ISI Surakarta Jurusan Pedalangan dan saat ini sedang menempuh S2 Penciptaan Seni Teater di kampus yang sama ini mulai mengenal wayang sudah sejak umur 2 tahun di bawah bimbingan langsung orang tuanya. Karena menggeluti dunia pewayangan sejak kecil kemahiran Ki Putut sudah tidak diragukan lagi dalam memainkan wayang. Baik sabet, antawacana dikuasainya bahkan juga improvisasi garap iringan sering ia lakukan terutama pada gending-gending pembuka. Beberapakali Ki Putut Puji Agusena mendapat predikat dalang terbaik baik di tingkat daerah ataupun nasional.

Lakon “Sesaji Rajasuya” mengisahkan tentang seorang raja bernama Prabu Jarasanda yang bermaksud menaklukkan dunia dengan cara menjajah dan menaklukkan raja-raja dunia. Tindakan Prabu Jarasanda raja Magada menyekap 97 raja dunia untuk ia sembelih dalam upacara Sesaji Kalalodra. Namun, upacara tersebut tidak bisa diadakan apabila jumlah raja yang dikumpulkan belum mencapai angka seratus. Rencananya, tiga raja yang akan digunakan sebagai penutup adalah Prabu Baladewa, Prabu Kresna, dan Prabu Puntadewa.

Namun ambisi jahat Prabu Jarasanda akhirnya mampu dibungkam oleh siasat Prabu Kresna, lewat perang tanding yang diadakan antara Werkudara dan Prabu Jarasanda. Beberapa kali Prabu Jarasanda terbunuh oleh Werkudara namun karena kesaktiannya bisa hidup kembali, sampai Werkudara kewalahan dibuatnya. Atas saran Prabu Kresna, Werkudara menangkap kedua kaki Prabu Jarasanda dan membelah tubuhnya menjadi dua. Kedua potongan itu lalu dilemparkan menyilang. Belahan tubuh sebelah kiri dilemparkan ke kanan, sedangkan belahan tubuh kanan dilemparkan ke kiri. Kali ini Prabu Jarasanda tidak bisa hidup kembali, tetapi mati untuk selamanya.

Sulukan (foto dok. TBJT)

97 raja dibebaskan kemudian Prabu Kresna melantik Raden Jayatsena anak Prabu Jarasanda sebagai raja Magada yang baru. Setelah itu, mereka bersama-sama berangkat ke Kerajaan Amarta untuk menghadiri Sesaji Rajasuya. Upacara Sesaji Rajasuya dihadiri oleh 100 raja. Para pendeta pun membaca puja mantra dipimpin tujuh pendeta agung, yaitu Bagawan Abyasa, Resiwara Bisma, Danghyang Druna, Resi Krepa, Resi Sindupramana, Resi Jayawilapa, dan Resi Sidiwacana. Upacara Sesaji Rajasuya berjalan lancar.

Maharaja Yudistira berkata bahwa semua ini berkat bantuan dan nasihat dari Prabu Kresna Wasudewa. Baginya, Prabu Kresna bukan hanya sekadar saudara sepupu, tetapi sudah menjadi dewa pelindung bagi para Pandawa. Prabu Kresna tidak lain adalah titisan Batara Wisnu yang turun ke dunia untuk memelihara ketertiban dunia. Oleh sebab itu, Prabu Kresna sangat layak untuk mendapatkan penghormatan agung dalam upacara ini, dan mulai sekarang Maharaja Yudistira akan menyebut Prabu Kresna dengan panggilan Sri Batara Kresna.

Ada satu orang yang maju ke depan mengajukan keberatan. Orang itu adalah Prabu Sisupala raja Cedi. Ia berkata bahwa Prabu Kresna tidak layak mendapat penghormatan. Menurutnya, Prabu Kresna adalah manusia hina yang semasa muda pernah menjadi gembala, berteman dengan sapi, pernah jadi begal pula, merampok, berjudi, menghisap candu, mabuk-mabukan, dan main perempuan. Prabu Kresna adalah manusia licik penuh tipu daya. Orang seperti dia tidak pantas mendapat penghormatan, bahkan tidak pantas berada dalam acara ini.

Prabu Sisupala tidak takut dan terus menghina. Ia mengatakan bahwa harusnya Prabu Duryudana raja Hastina yang mendapat penghormatan mulia, karena ia adalah raja paling kaya di antara para raja semuanya. Tiba-tiba Batara Kresna menyatakan cukup, karena Prabu Sisupala sudah berdosa kepadanya lebih dari seratus kali. Prabu Sisupala tidak peduli dan terus-menerus menghinanya. Batara Kresna mengeluarkan senjata Cakra Sudarsana dan menerbangkannya ke arah Prabu Sisupala. Raja Cedi itu pun tewas seketika dengan leher putus.

Pergelaran wayang dilaksanakan di Gedung Kesenian Cak Durasim (foto dok. TBJT)

Prabu Baladewa bertanya mengapa Batara Kresna harus bertindak menunggu seratus hitungan. Batara Kresna pun bercerita bahwa Prabu Sisupala adalah bekas muridnya. Dahulu kala ketika masih menjadi begal, Batara Kresna pernah berkelana hingga ke Kerajaan Cedi. Di sana sang raja yang bernama Prabu Darmagosa sedang bersedih, karena putranya yang bernama Raden Sisupala lahir cacat, yaitu memiliki tiga mata, tiga lengan, dan tiga kaki. Ia mendapatkan ramalan, bahwa orang yang bisa meruwat Raden Sisupala adalah kelak yang akan mengambil nyawa putranya tersebut. Batara Kresna yang saat itu bernama Begal Guwenda datang ke istana Cedi dan menggendong bayi Raden Sisupala. Sungguh ajaib, satu mata, lengan, dan kaki bayi itu lepas sehingga menjadi bayi normal. Prabu Darmagosa berterima kasih, namun juga memohon agar anaknya jangan dibunuh. Begal Guwenda mengaku tidak dapat melawan takdir. Namun, ia berjanji asalkan Raden Sisupala tidak berbuat dosa kepadanya sampai seratus kali, maka tidak akan dibunuh. Prabu Darmagosa berterima kasih dan menyerahkan Raden Sisupala agar menjadi murid Begal Guwenda.

Setelah dewasa Prabu Sisupala justru bersahabat dengan Prabu Jarasanda dan beberapa kali melakukan dosa terhadap Batara Kresna. Hari ini Batara Kresna menghitung sudah genap seratus kali bahkan lebih, sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak membunuh Prabu Sisupala.

Pergelaran berlangsung kurang lebih 2 jam dan disiarkan langsung melalui chanel youtube Cak Durasim milik Taman Budaya Jawa Timur. Dihadiri oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur Sinarto, S.Kar., M.M. dan Kepala UPT Taman Budaya Samad Widodo, S.S., M.M. Antusiasme Penonton untuk melihat pergelaran ini begitu tinggi terbukti dengan penuhnya kursi gedung sesuai jumlah yang ditentukan yakni 100 orang, bahkan ada yang tidak bisa masuk karena kapasitas terbatas. (s)

Seksi Dokumentasi Publikasi

Staff Pada Seksi Dokumentasi Dan Publikasi UPT Taman Budaya Provinsi Jawa Timur, Jabatan Pelaksana : Penyusun Bahan Publikasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.