Berita

Pergelaran Wayang Kulit Tiga Dalang Muda

Bakat terpendam yang dimiliki oleh para dalang berusia muda patut diapresiasi dengan memberi ruang ekspresi kepada mereka untuk mempertontonkan keahlian yang mereka miliki. Taman Budaya Jawa Timur selaku UPT yang menangani pergelaran kesenian di Disbudpar Jatim memberi kesempatan kepada tiga dalang muda untuk menunjukkan ketrampilan mereka kepada masyarakat. Pergelaran dilaksanakan di Pendapa Jayengrana pada 20 September 2024 pukul 20.00 wib.

Foto dok. TBJT

Ketiga dalang muda tersebut adalah, Angger Resi Satya Wicaksana ( Salah satu dari 5 penyaji sabet terbaik Festival Dalang Muda Provinsi Jawa Timur tahun 2022); Nabil Ekri Rasfadillah Erlambang (Peraih gelar “Dalang Mumpuni” pada Festival Dalang Anak Tingkat Nasional tahun 2021); Danendra Kidung Sindutama (Peraih juara harapan III kategori A Festival Dalang Anak Tingkat Nasional Tahun 2022). Ketiga dalang muda tersebut bwerasal dari Kabupaten Madiun.

Pergelaran wayang kulit yang dibawakan oleh tiga dalang muda mementaskan dua lakon yakni: “Seno Bumbu” dan “Gatutkaca Kalajaya”. Pada sesi pertama lakon “Seno Bumbu” dibawakan oleh dalang Ki Danendra Kidung Sindutama dan pada sesi kedua lakon “Gatutkaca Kalajaya” dibawakan oleh dua dalang Ki Nabil Ekri Rasfadillah Erlambang kemudian dilanjutkan oleh Ki Danendra Kidung Sindutama. Secara keseluruhan pergelaran berlangsung kurang lebih 5 jam.

Acara dibuka oleh Kepala Taman Budaya Jatim Ali Ma’ruf S.Sos., M.M., dihadiri pula oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Madiun  Dra. Siti Zubaidah, M.H. Dan para budayawan, seniman dan masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Dalam sambutannya Kepala UPT Taman Budaya Jawa Timur menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai budaya sebagai bagian integral dari pembentukan karakter bangsa. Kebudayaan memiliki nilai luhur yang harus terus dilestarikan. Warisan kebudayaan ini bukan hanya sebuah kebanggaan, tetapi juga fondasi bagi pengembangan jati diri bangsa. Sinergi antara pemerintah dan komunitas seni diharapkan terus terjalin, sehingga iklim dan ekosistem pelestarian kesenian di Jawa Timur semakin berkembang. Sehingga Jawa Timur tetap menjadi wilayah yang kaya akan keberagaman seni dan budaya lokal. Kegiatan semacam ini diharapkan bisa menjadi momentum penting bagi masyarakat, khususnya di Kabupaten Madiun, untuk mendukung keberlangsungan seni dan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang. Kehadiran dalang muda dan cilik menunjukkan bahwa generasi penerus siap melanjutkan tongkat estafet pelestarian budaya.

Lakon wayang “Seno Bumbu” mengisahkan tentang tentang upaya Seno/Bima, salah satu tokoh Pandawa Lima, yang mengalahkan raksasa Prabu Boko yang gemar memakan manusia. Demi memudahkan misinya, tubuh Bima dibaluri masakan tradisional bothok untuk mengecoh raksasa itu. Sementara lakon “Gatutkaca Kalajaya” mengisahkan tentang sepak terjang Gatutkaca sebagai seorang ksatria yang kuat dan berani. Niat Brajadenta untuk merebut tahta Pringgondani ditentang adik-adiknya, terutama Brajamusti dan Kala Bendana. Karena mereka telah terikat oleh sumpah, maka mereka harus netepi kautamaning ksatriya. Brajadenta marah, diusirlah kedua adiknya dari hadapannya. Dan akhirnya Brajadenta pun mulai memberontak bersama pasukannya dia mulai menuju Pringgondani merebut tahta kerajaan, dibantu pasukan dari Astina.

Foto dok. TBJT

Di kerajaan Pringgondani sedang terjadi Pisowanan Agung, dipimpin Kresna, Raja Dwarawati, dihadiri para pendawa dan raja raja sekutunya. Hari itu adalah hari pengukuhan Gatotkaca sebagai raja Pringgondani, yang kemudian mendapat gelar Prabu Anom Gatotkaca. Sebelum pengukuhan Kresna sudah bertanya, apakah semua sesuatunya sudah sesuai dengan yang diharapkan, dan tidak terjadi silang sengketa atas tahta ini, kemudian dijawab Arimbi, semua sudah setuju.

Namun pengukuhan itu ditentang oleh Brajadenta paman Gatotkaca. Dia membuat keributan di kerajaan Pringgondani. Akhirnya berperanglah Gatotkaca dan Brajadenta pamannya sendiri, perkelahian berlangsung seru dan hebat, Suatu ketika Brajadenta leno, dan terkenalah pukulan tepat dikepalanya oleh tangan kanan Gatotkaca yang telah disusupi sukma Brajamusti Bersamaan itu Brajadenta tewas, kemudian secara tiba-tiba sukma ditangan kanan Gatotkaca keluar dan mengerang kesakitan. Tanpa diduga tanpa dinyana Brajadenta dan Brajamusti kedua pamannya meninggal bersamaan, mati sampyuh.

Gatotkaca menangisi mayat kedua pamannya. Lama kelamaan jasad kedua pamannya itu mengecil lalu masuk ke dalam tangan kanan dan kiri gatotkaca menjadi sebuah ajian yang kemudian dikenal dengan ajian Brajadenta dan Brajamusti. Sementara itu sisa pasukan pemberontak yang didukung astina dapat dipukul mundur. Dan Brajalamadan akhirnya diangkat menjadi patih baru bergelar Patih Prabakiswa.

Foto dok. TBJT

Intisari Lakon Gatotkaca Kalajaya adalah siapa saja yang salah akan kalah. Kejahatan tidak akan menang melawan kebaikan dan kebenaran. Teguh dengan janji yang dipegang apapun yang terjadi digambarkan oleh Brajamusti dan Kala Bendana menepati sumpahnya mengabdi kepada gatotkaca selaku raja pringgondani, meski harus berhadapan dengan kakaknya sendiri. Menjadi pimpinan harus berani, melindungi rakyat, mengambil resiko dan mempertanggung jawabkannya digambarkan dengan tekad Gatotkaca berani melawan pamannya sendiri karena dia raja yang harus mengayomi rakyatnya dari tindak angkara murka, meski harus membunuh pamannya sendiri. (pr)

Seksi Dokumentasi Publikasi

Staff Pada Seksi Dokumentasi Dan Publikasi UPT Taman Budaya Provinsi Jawa Timur, Jabatan Pelaksana : Penyusun Bahan Publikasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.