Gambyong Dhoko: Transformasi Gambyong Klasik Menjadi Sajian Kontemporer

Terinspirasi oleh sebuah acara upacara bersih desa di desa Dhoko kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri tarian Gambyong Dhoko diciptakan. Diciptakan oleh Nur Setyani S.Sn., seorang koreografer asal Kabupaten Kediri yang cukup produktif melahirkan karya karya tari yang berkualitas.
Nama Dhoko sendiri konon berasal dari nama salah satu patih dari Raja Kediri yang masyhur Sri Aji Jayabaya (1135 Masehi), yang diperintahkan untuk menjaga wilayah Kediri sisi timur sungai Brantas, sementara sisi barat dikuasakan kepada patih satunya yakni Ki Ageng Dhoho. Nama Ki Ageng Dhoko sendiri akhirnya terabadikan menjadi sebuah nama dhusun di desa Dhoko kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri. Petilasan Ki ageng Dhoko itu sampai sekarang masih ada dan tetap dirawat dan dilestarikan. Sampai akhirnya diuri-uri dalam bentuk upacara adat yang biasa dilaksanakan jelang malam 1 suro menurut penanggalan Jawa.
Dari proses ritual upacara adat yg penuh kekhikmatan dan kesakralan itulah Nur Setyani menciptakan sebuah tarian yang menggambarkan bentuk rasa syukur dan ketundukan kepada Tuhan YME. Tarian tersebut diberi nama “Tari Gambyong Dhoko”. Tidak seperti pada tari gambyong klasik yang murni kelemah lembutan khas Jawa Tengah yang ditonjolkan, tetapi unsur-unsur gerak tari khas Jawa Timuran sangat bisa dirasakan dalam sajian gerak tari Gambyong Dhoko ini.
Penciptaan tari Gambyong Dhoko secara fungsional sebenarnya tidak lepas dari fungsi tari Gambyong klasik secara umum, yakni mengandung harapan agar keselamatan dan ketentraman selalu menaungi masyarakat desa Dhoko dan diharapkan pula hasil panen padi para petani bisa melimpah.
Tarian ini dibawakan oleh 6 orang penari perempuan yang masih muda dengan kostum yang menonjolkan unsur gaya mataraman khas Kediri. Selendang warna kuning yang disampirkan di bahu sebelah kanan para penari. Sebagai penutup dada bagian atas dipakai kemben warna hitam dan kain jarit dengan pola batik khas Kediri. Warna kuning pada selendang dipakai karena warna itu dipercaya sebagai lambang kekayaan menurut kepercayaan masyarakat Jawa. Unsur hijau pada motif kain batik melambangkan kesuburan, sedang warna merah melambangkan keberuntungan.
Selain kostum, untuk mempercantik busana juga diperlukan sebuah aksesoris atau pernak-pernik yang indah. Misalnya seperti stagen, gelungan, kemben, jarit, gelang dan kalung. (san)