Pendokumentasian Kesenian Sandur Sekar Sari Bojonegoro
Taman Budaya Provinsi Jawa Timur melalui Seksi Dokumentasi dan Publikasi Seni Budaya melaksanakan tugas pendokumentasian Kesenian Sandur Kabupaten Bojonegoro pada 20-22 Juni 2023. Kesenian Sandur yang didokumentasikan adalah grup Sekar Sari berasal dari Desa Ledok Kulon Kecamatan Kota Bojonegoro. Grup Sandur Sekar Sari masih memelihara bentuk keasliannya hingga sekarang yang dipimpin oleh Seniman Jagad Pramujito. Sandur Bojonegoro sendiri telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 2018.
Maksud dan tujuan diadakannya pendokumentasian kesenian Sandur Sekar Sari ini disamping sebagai salah bentuk upaya pelestarian kesenian langka juga upaya menghidupkan kembali seni yang telah terlahir sebelumnya namun redup dan kurang dikenali masyarakat. Pendokumentasian Kesenian Sandur Sekar Sari ini adalah suatu pekerjaan yang bertugas mengumpulkan, menyusun, mencari, menyelidiki, meneliti, dan mengolah serta memelihara dan juga menyiapkan sehingga menjadi dokumen baru dalam bentuk video dokumenter yang diharapkan bermanfaat bagi masyarakat.
Pada mulanya Sandur berasal dari hiburan masyarakat agraris seusai lelah seharian bekerja di sawah kemudian berkembang menjadi produk kesenian yang bertumpu pada upacara ritual. Di dalamnya terdapat unsur cerita (drama), tari, karawitan, akrobatik (kalongking) juga terdapat unsur-unsur mistis, karena dalam setiap pementasannya selalu menghadirkan danyang (roh halus).
Sebagai upacara ritual, pertunjukan diadakan di tanah lapang sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang dicapai. Tidak diketahui bagaimana asal muasal sandur, namun para pelaku meyakini sandur sudah ada sejak zaman kerajaan yang terkait dengan kepercayaan animisme. Kata Sandur itu sendiri berasal dari kata “san” yang berarti selesai panen (isan) dan “dhur” yang berarti ngedhur (sampai habis). Namun sumber lain mengatakan bahwa sandur berasal dari bahasa Belanda yaitu soon yang berarti anak-anak dan door yang berarti meneruskan.
Versi lain lagi menyebutkan bahwa Sandur yang terdiri dari berbagai cerita tersebut dengan sandiwara ngedhur, artinya kesenian itu terjadi karena berisi tentang berbagai macam cerita yang tak akan habis sampai pagi. Atau ada lagi yang menyebut rangkuman dari kata beksan dan mundur. Sandur adalah seni pertunjukan rakyat yang sederhana. Bentuk pementasannya hanya dilakukan di tanah lapang dan dibatasi pagar tali berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 8 x 8 meter yang disebut Blabar Janur Kuning, diberi hiasan lengkungan janur kuning dan digantungi aneka jajan pasar, ketupat dan lontong ketan atau lepet. Dua batang bambu ori ditancapkan dengan ketinggian kurang lebih 10-12 meter, dan di antara bambu tersebut dipasang tali besar yang menghubungkan keduanya untuk adegan Kalongking yang mistis.
Tata cahaya menggunakan obor mrutu sewu, yaitu sejenis obor yang lubang untuk menyalakan apinya terdapat lebih dari 3 lubang. Obor ini terbuat dari bambu ori, dipasang di sekeliling arena pertunjukan. Kemudian dibacakan mantera dan sesaji dengan tujuan agar acara dapat berjalan dengan lancar dan sukses. Sesaji yang dipersiapkan antara lain, beras, dupa, cikalan yang bagian tengahnya diberi gula merah, kembang setaman dan kembang boreh. Durasi pertunjukan Sandur tidak memiliki batas waktu tertentu, bisa disajikan 3 hingga 5 jam pertunjukan.
Namun Sandur sebagai ritual biasanya disajikan pada malam hari mulai pukul 21.00 WIB hingga selesai menjelang subuh atau sekitar jam 03.00 WIB. Jumlah pendukung pementasan sekitar 20 sampai 25 orang, yang terbagi dalam perannya masing-masing yaitu, 2 orang sebagai pemain musik atau Panjak Kendang dan Panjak Gong, 10 sampai 15 orang sebagai Panjak Hore, 1 orang pemain Jaranan dan 1 orang Srati (pawang/dukun), 5 orang sebagai pemeran tokoh (Germo, Cawik, Pethak, Balong, Tangsil) dan 1 orang sebagai pemain Kalongking. Pemilihan pemain untuk tokoh Balong, Pethak, Cawik dan Tangsil tersebut adalah empat anak laki-laki yang belum dikhitan karena dianggap masih suci.
Instrumen musik yang digunakan adalah Gong Bumbung dan sebuah Kendang Batangan/Ciblon yang dibantu dengan Panjak Hore dan berperan sebagai pelantun tembang serta tukang senggak. Tembang yang digunakan dalam seni pertunjukan Sandur sangat fungsional, selain sebagai pengiring keluar-masuknya pemain juga berfungsi sebagai mantera pemanggil roh halus.
Sedangkan kostum dalam Sandur membedakan karakter peran satu dengan karakter peran lainnya. Kostum yang digunakan oleh para peran merupakan ciri bagi pemerannya yang mempunyai sifat khusus. Sandur terdiri dari delapan adegan yang terdapat dalam tiga babak, sedangkan pergantian babak selalu ditandai dengan tembang yang dilantunkan oleh Panjak Hore. Dalam seni pertunjukan Sandur tembang berfungsi sebagai pengiring keluar masuknya peran dan pergantian adegan, selain itu tembang juga berfungsi sebagai mantera pemanggil roh atau bidadari. Fungsi yang lain adalah sebagai narasi perjalanan tokoh peran.
Sandur ini hanya mempunyai satu lakon atau cerita yaitu hanya menceritakan tentang pertanian berdasarkan cerita turun temurun dan mitos yang berkembang di daerah tersebut. Dalam pertunjukan Sandur ini biasanya dilakukan dengan berjalan memutar searah dengan jarum jam dalam sebuah tanah lapang. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa Ngoko tetapi tidak jarang juga menggunakan bahasa Jawa Krama. Disela-sela pementasan juga ada sebuah parikan atau pepatah yang disampaikan seperti cangkriman dan dandang gulo. Pepatah ini berusaha untuk menasehati manusia yang hidup di dunia intinya adalah kita hidup sebagai makhluk sosial tidak boleh semena-mena, harus berhati-hati, tidak boleh sombong dan harus bersedia hidup bergantian dengan yang lain. Kita hidup di dunia juga membutuhkan orang lain. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kesenian ini mempunyai arti yaitu kehidupan masyarakat pertanian tradisional yang di dalamnya terdapat berbagai macam kejadian. Ada tahap-tahapan yang menceritakan kehidupan manusia dari dalam kandungan manusia hingga meninggal dunia. Selama hidup di dunia mereka mengerjakan pertanian mulai dari membersihkan sawahnya, ditanami padi, hingga panen.
Pada kesenian ini juga sebuah simbol berbagai macam sifat dalam diri manusia. Melalui sifat itu manusia akan terdorong ke arah baik dan buruk. Dengan adanya sifat itu manusia akan mempunyai rasa syukur atas segala apa yang telah dimiliki saat ini. Pengungkapan rasa syukur tersebut dilakukan dengan dipentaskannya kesenian ini dengan segala bentuk tata busana, tarian, tahapan dan perlengakapan yang ada. Terdapat sajen dalam perlengkapan itu sebagai wujud rasa syukur dan terima kasih kepada leluhur atas apa yang dimiliki saat ini. Serta selalu berdoa dan memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar selalu diberi kesehatan dan rejeki yang lancar.
Adegan puncak yang paling ditunggu adalah Kalongking, yaitu seorang pemain memanjat bambu dan bermain acrobat di sebuah tali yang dibentangkan di antara dua bambu, kemudian turun melalaui bambu satunya dengan posisi kepala di bawah. Namun dalam perkembangan terakhir, ketika Sandur menjadi seni pertunjukan, adegan ini dihilangkan. Unsur tarian yang lebih dikedepankan kemudian dikemas menjadi sebuah seni pertunjukan yang tidak terlalu lama dalam penyajiannya. (sn)