Wayang Orang Kautaman Jakarta: Pertapaan Cinta Rama dan Sinta

Kesedihan Rama sejak Shinta diculik oleh Dasamuka di hutan Dandaka, kemudian menugaskan Anoman untuk memastikan keadaan Shinta dan menakar kekuatan pasukan Alengka. Anoman dan pasukannya membuat keributan di Taman Soka tempat Shinta dikurung, lalu membakar istana megah Dasamuka hingga tersisa seperempatnya.

Smaratapa adalah sebuah tafsir atas epos Ramayana yang mengisahkan penculikan Sinta serta perjuangan Ramawijaya membebaskan Shinta. Atas nama cinta, Rama menyerbu Alengka. Benarkah Dasamuka menculik Shinta atas dasar cinta yang sama? Bagaimana dengan Anoman, Sugriwa dan lainnya? Di sisi lain, Kumbakarna, Prahasta dan barisan raksasa, cinta seperti apa yang membuat mereka tergerak sehingga terjadi perang besar? Cinta sungguh rumit, laku tapa dalam wajah yang berpura-pura. Itulah intisari dari lakon “Smaratapa” Wayang Orang Kautaman Jakarta, yang disutradarai oleh Nanang Hape.

Lakon “Smaratapa” yang ditampilkan di Gedung Cak Durasim ini merupakan pertunjukan keempat dari Wayang Kautaman. “Smaratapa” mempunyai arti, bahwa kata “Smara” artinya asmara, sedangkan kata “tapa” memiliki arti pertapaan, Smaratapa merupakan sebuah pertapaan cinta yang sangat luas. Semua tokoh yang terlibat dalam lakon ini bergerak atas nama cinta. Mengangkat bagian cerita Ramayana, Wayang Kautaman memerlukan waktu dan persiapan yang matang selama 5 bulan sebelum mementaskan lakon ini.

Dalam lakon “Smaratapa” kali ini, melibatkan kurang lebih sebanyak 60 orang dan 27 penari anak. Dengan mengikuti kemajuan teknologi canggih, Wayang Orang Kautaman memadukan antara kesenian dengan visual effect dan lighting sebagai background scene pertunjukan wayang orang. Dan disajikan dengan penuh gebyar menggunakan beberapa tata lampu yang meriah.

“Kami ingin menghadirkan Wayang Orang dengan mengangkat kisah Rama dan Shinta yang berbeda seperti biasanya, Rama Shinta versi Kautaman Jakarta,” jelas Nanang Hape, Sabtu (26/10).

 Acara ini diselenggarakan dalam dua hari pada Sabtu malam pukul 19.00 yang dibuka oleh Gus Ipul (wakil Gubernur Jatim) dan pada Minggu Sore pukul 14.30.  

Bagi Fajar Prastiyani, berperan menjadi Sarpa Kenaka dalam sebuah pementasan ini adalah sebuah tantangan dan kebahagiaan tersendiri. Sarpa Kenaka adalah tokoh yang antagonis dari wiracerita Ramayana juga merupakan rakshasi atau raksasa wanita. Nama Surpanaka atau Sarpa Kenaka dalam bahasa Sansekerta berarti “(Dia) yang memiliki kuku jari yang tajam. Dan sebagai tokoh antagonis, ia dituntut untuk mampu menjiwai bahkan menghayati setiap situasi yang dihadapi.

“Sebenarnya tidak mudah, tetapi karena berulang-ulang dilatih akhirnya sudah mulai beradaptasi dengan watak tokoh ini,” ujar perempuan lulusan ISI Solo, Jawa Tengah.

Memainkan tokoh Sarpa Kenaka sempat membuatnya kesusahan untuk pertama kalinya. Namun ia terus menerus berlatih dan banyak berdiskusi dengan senior-seniornya dan menerima kritikan, masukan maupun saran yang membuat ia semakin semangat, mengenali serta menjiwai tokoh yang akan diperankannya. Ia merasa bangga karena dipercaya untuk memainkan tokoh Sarpa Kenaka. Ia telah berhasil memainkan tokoh antagonis dengan pembawaan yang baik dan lancar. Meskipun demikian, bukan berarti tidak ada keraguan. Ia sempat takut ketika harus memerankan sebagai Sarpa Kenaka yang berwatak bengis, congkak, dan angkara murka. Menurutnya, seni tari adalah bagian dari hidupnya. “I love so much,” tuturnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.