Pergelaran

Angin Angan : Reaktualisasi Wayang Gedog Madura

Dalam kitab Asalipun Kawruh Ringgit, disebut secara jelas bahwa pada 1485 Saka (1563 M), Sunan Giri menciptakan Wayang Gedhog, dengan bentuk wujud menyerupai Wayang Purwa. Kemudian pada tahun 1486 Saka (1564 M), Sunan Bonang juga menciptakan Wayang Beber Gedhog, untuk memodifikasi wayang Beber Purwa. Sering kali diiringi dengan instrumen musik tradisi seperti rebab, kendhang, trebang, angklung, kenong, serta keprak.

Penyerahan piagam penghargaan oleh Kepala UPT. Taman BUdaya Jatim Ali Ma’rup, S.Sos., M.M. kepada Ketua Grup Kedhaton Ati Wejo Seno Yuli Nugroho (Foto dok. TBJT)

Wayang Gedhog mengalami berbagai perubahan di tiap zaman. Dari zaman Kesultanan Demak, Kesultanan Pajang, Kesultanan Mataram Islam, hingga era Perang Jawa, Wayang Gedhog selalu identik dengan dakwah Islam. Penyebaran Wayang Gedhog yang diapakai oleh Sunan Giri sebagai media dakwah juga memasuki Madura. Masyarakat mengenal dengan Wayang Gedhog Madura.

Wayang Gedhog Madura merupakan salah satu mutiara terpendam yang dimiliki oleh ragam wayang Nusantara. tidak pernah ada dokumentasi baik tertulis maupun visual mengenai bentuk pertunjukkan serta cerita yang disajikan. Satu-satunya artefak yang masih dapat ditemui adalah Wayang Gedhog Madura Koleksi Musium Radya Pustaka, Gedung Negara Jogjakarta dan Kraton Kasunanan Surakarta.

Di jaman sekarang pementasan Wayang Gedhog Madura nyaris jarang dilakukan terutama di Jawa Timur sendiri. Taman Budaya Jatim selaku Unit Pelaksana Teknis yang menangani Bidang Kesenian di Jawa Timur tergerak untuk menyelenggarakan, sekaligus menggali kembali kesenian yang hampir tidak pernah dipentaskan lagi ini menjadi sebuah tontonan yang cukup menarik untuk diapresiasi.

Foto dok. TBJT

Hanya saja pergelaran tidak dalam bentuk aslinya tapi sudah mengalami revitalisasi menjadi bentuk kontemporer. Memadukan antara seni teater, musik, wayang sandosa dan artistik yang lebih menawarkan bentuk baru yang aktual. Lakon yang diusung pada pergelaran ini adalah, Angin Angan “Reaktualisasi Wayang Gedog Madura”. Pertunjukan dilaksanakan di Gedung Kesenian Cak Durasim pada 15 Agustus 2025 pada pukul 08.00 wib.

Pertunjukan ini merupakan sebuah tawaran pertunjukan wayang neo tradisi yang diilhami dari pertunjukan Wayang Gedhog Madura yang hingga saat ini tidak dapat terlacak keberadaanya. Angin Angan berkisah tentang pola parenting serta wacana iner child yang banyak dihadapi oleh generasi pada hari ini. Isu tersebut dikemas dalam kisah Panji sebagaimana epos utama pertunjukan Wayang Gedhog Madura.

Foto dok. TBJT

Grup yang mengisi pergelaran adalah Kedhaton Ati yang beralamat di Dusun Songgorunggi, Rt. 1 Rw. 5, Desa Degan Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Kedhaton Ati Dipimpin oleh Wejo Seno Yuli Nugroho, merupakan sebuah laboratorium Wayang Virtual, Mix Media dan Film. Berdiri pada tanggal 9 Mei 2020. Kegiatan yang dilakukan tidak hanya berbasis virtual, akan tetapi juga dilakukan secara komunal dengan membentuk kelompok belajar bersama, focus grup discusion, yang hasilnya secara aktif ditayangkan pada kanal media sosial milik Kedhaton Ati agar dapat dikonsumsi oleh publik secara terbuka.

Kedhaton Ati selalu berkomitmen membangun jembatan nilai antara wayang dan generasi. Hal tersebut didasari oleh kesadaran jika nilai-nilai yang terkandung pada wayang terhalang oleh komunikasi dalam hal kebahasaan, sehingga kami bersepakat untuk selalu berinovasi agar pertunjukan wayang dapat diterima oleh semua kalangan. Pada tahun 2022 yang lalu, Kedhaton Ati memenangkan sebuah kompetisi Vlog Panji yang diinisiasi oleh Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, sebagai 20 video terbaik.

Foto dok. TBJT

Selanjutnya pada tahun 2024 Kedhaton Ati berkesempatan untuk melakukan reaktualisasi Wayang Gedhog Madura dan menampilkannya pada Festival Budaya Panji 2024 di Gedung Kesenian Jakarta yang diadakan oleh Kementrian Kebudayaan Republik Indonesia. Angin- Angan merupakan karya ke empat yang bertemakan Panji. Dengan tujuan agar salah satu kesenian Panji yang telah lama punah ini dapat kembali dilihat dan dimaknai sebagaimana nafas zaman.

Pergelaran ini diperkuat oleh 17 orang seniman, disutradarai oleh: Wejo Seno Yuli Nugroho, Penata artistik: Ragil Yonathan Senopatining Gusti, Galih Wisnu Kesowo, penata musik: Hanan Wisma, Sindung Bimo Nugroho dan penata rias/kostum: Hamba Allah. (sn)

Seksi Dokumentasi Publikasi

Staff Pada Seksi Dokumentasi Dan Publikasi UPT Taman Budaya Provinsi Jawa Timur, Jabatan Pelaksana : Penyusun Bahan Publikasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses