Pergelaran

Wayang Urban : Jembatan Menuju Muatan Tradisi

Pekan Wayang Jawa Timur 2022 hari ke-3 pada sesi kedua dipergelarkan wayang dengan konsep pertunjukan berbeda dari wayang konvensional pada umumnya. Adalah Wayang Urban namanya, yang disajikan oleh Nanang HP dari Jakarta. Pergelaran dilaksanakan di Gedung Kesenian Cak Durasim Taman Budaya Jawa Timur pada Kamis, 3 November 2022 pukul 20.00 wib s/d selesai.

Nanang HP, pencipta Wayang Urban dengan konsep berbeda dari pertunjukan wayang pada umumnya (Foto dok. okto TBJT)

Bagi yang belum pernah menyaksikan wayang jenis ini kemungkinan akan mengalami rasa penasaran dengan model pertunjukan wayang yang diciptaan Nanang HP tersebut. Wayang Urban diciptakan oleh Nanang HP, seorang seniman pedalangan muda kelahiran 15 Agustus 1975 di kota reog. Sosok Nanang HP penampilannya lebih mirip pemain band daripada seorang dalang. Berambut gondrong dan pandai memainkan alat musik gitar. Bernama lengkap Nanang Henri Priyanto, seniman muda lulusan Pedalangan ISI Surakarta tahun 2001 ini menggagas Wayang Urban untuk mendekatkan wayang dengan kaum muda di perkotaan. Hasilnya, sebuah pertunjukan wayang yang enak dinikmati oleh semua kalangan.

Sebagai dalang wayang kulit, Nanang senang bergaul dengan teman dari beragam latar belakang, tidak hanya dari kalangan tradisi. Ia sering bertemu teman-teman muda yang ingin mengetahui soal cerita wayang dan segala tradisinya, tapi terkendala karena mereka tidak mengerti dengan bahasa pedalangan. Selain itu, mereka yang terutama tinggal di kota besar juga terkendala ritme pertunjukan yang menurutnya lamban.

Hal yang dapat dimaklumi bila mereka punya pandangan seperti itu, karena teman-teman dari kalangan muda ini memang tidak pernah diajari bagaimana mengapresiasi seni tradisi. Misalnya saja, sejak kecil mereka tidak pernah menonton wayang. Dengan demikian, mereka pun jadi berjarak dengan media ungkap wayang, artistik, dan simbol-simbolnya.

Cerita wayang yang diucapkan Nanang HP, diekspresikan dalam bentuk bayangan pada dua layar besar dibelakangnya dengan iringan musik diatonis dan pentatonis (Foto dok. okto TBJT)

Nanang berpandangan, perlu ada yang menjembatani tradisi dengan kondisi kota besar. Ia pun mulai menciptakan seni pertunjukan wayang yang menyasar kaum muda. Nanang yakin, di kota-kota besar, masih banyak kalangan muda yang ingin mengetahui soal wayang, namun terkendala dengan bahasanya. Oleh karena itu perlu ada cara alternatif untuk mengemas wayang agar dapat dinikmati kalangan muda ini.

Wayang Urban diharapkan oleh Nanang menjadi jembatan bagi generasi muda untuk mengenal wayang tradisional. Jadi Wayang Urban bukan tujuan akhir, Wayang Urban hanya sebagai media ungkap untuk menyampaikan muatan tradisi dalam bahasa kekinian. Generasi yang seringkali terkendala bahasa dan ritme pertunjukan akan terbiasa menyaksikan wayang melalui Wayang Urban yang disampaikan dengan lebih banyak menggunakan Bahasa Indonesia. Setelah terbiasa menyaksikan Wayang Urban selanjutnya mereka para masyarakat urban diharapkan mulai tertarik menyaksikan wayang dalam bentuk aslinya.

Pada pergelaran 3 Maret 2022 di Gedung Cak Durasim lakon yang dimainkan berjudul “Surat Cinta Untuk Dewi”. Judul tersebut menceritakan beberapa cuplikan cerita wayang pada kisah Mahabarata. Diawali dengan cuplikan cerita kelahiran Karna yang tidak dikehendaki oleh ibunya Dewi Kunti kemudian dibuang ke sungai dan ditemukan oleh kusir Adirata. Kemudian cerita kedua tentang kisah Dewi Anggraini istri Ekalaya seorang ksatria Nishada yang terbunuh oleh Arjuna dan kemudian menyusul bela pati dengan bunuh diri. Yang terakhir petikan cerita kelahiran sampai kematian Gatutkaca oleh panah sakti Karna.

Penyerahan piagam penghargaan oleh Kepala Taman Budaya Jawa Timur kepada Nanang HP (Foto dok. TBJT)

Bentuk pertunjukan Wayang Urban mirip dengan Wayang Sandosa dimana penonton menyaksikan panggung dengan siluet wayang di layar sekitar 7 meter. Penonton ibarat menonton bioskop, tapi berupa bayang-bayang wayang. Namun pada Wayang Urban layar tidak utuh menyambung jadi satu, tapi terbelah jadi dua dimana ditengahnya ada ruang kosong sebagai jalan keluar masuk si dalang yang dimainkan oleh Nanang HP dan juga oleh pemain figuran lain.

Di depan dua layar terbentang ada dua perangkat alat musik yakni sebelah kiri panggung berupa gamelan Jawa dan sebelah kanan seperangkat alat musik band. Ensemble gamelan para pemainnya berasal dari Universitas Negeri Surabaya yang dikomandani oleh Joko Porong. Sementara grup band sebelah kanan panggung adalah Best Friend Project Surabaya yang dikomandoi Vembriona. Kolaborasi dua perangkat musik berbeda genre tersebut menjadi illustrasi musik pergelaran Wayang Urban yang dimainkan Nanang HP. Beberapa kali juga memainkan komposisi musik ketika jeda. Sementara para pemain yang memainkan bayang-bayang wayang adalah para murid dari Sanggar Baladewa Surabaya.

Secara keseluruhan kwalitas pertunjukan berlangsung bagus dan menarik, apalagi bagi para millenial yang belum tahu tentang wayang. Pertunjukan ini memang bisa menjadi jalan pembuka untuk menjembatani menuju kebangkitan rasa cinta pada wayang tradisional. Nanang HP cukup brilyan menciptakan pertunjukan wayang dari sudut pandang berbeda dengan bentuk cerita dan visual yang mudah dipahami oleh siapapun. (pr)

Seksi Dokumentasi Publikasi

Staff Pada Seksi Dokumentasi Dan Publikasi UPT Taman Budaya Provinsi Jawa Timur, Jabatan Pelaksana : Penyusun Bahan Publikasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.