Gambyong Dhoko: Transformasi Gambyong Klasik Menjadi Sajian Kontemporer

yani
Nur Setyani, S.Sn.

Terinspirasi oleh sebuah acara upacara bersih desa di desa Dhoko kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri tarian Gambyong Dhoko diciptakan. Diciptakan oleh Nur Setyani S.Sn., seorang koreografer asal Kabupaten Kediri yang cukup produktif melahirkan karya karya tari yang berkualitas.

bersih desa doko 3
Upacara adat bersih deso Dhoko kecamatan Kesamben Kab. Kediri tahun 2017. Foto Dok./Pemkab. Kediri

Nama Dhoko sendiri konon berasal dari nama salah satu patih dari Raja Kediri yang masyhur Sri Aji Jayabaya (1135 Masehi), yang diperintahkan untuk menjaga wilayah Kediri sisi timur sungai Brantas, sementara sisi barat dikuasakan kepada patih satunya yakni Ki Ageng Dhoho. Nama Ki Ageng Dhoko sendiri akhirnya terabadikan menjadi sebuah nama dhusun di desa Dhoko kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri. Petilasan Ki ageng Dhoko itu sampai sekarang masih ada dan tetap dirawat dan dilestarikan. Sampai akhirnya diuri-uri dalam bentuk upacara adat yang biasa dilaksanakan jelang malam 1 suro menurut penanggalan Jawa.

Gambar mungkin berisi: 3 orang, orang berdiri
Tari Gambyong Dhoko. Foto Dok./TBJT

Dari proses ritual upacara adat yg penuh kekhikmatan dan kesakralan itulah Nur Setyani menciptakan sebuah tarian yang menggambarkan bentuk rasa syukur dan ketundukan kepada Tuhan YME. Tarian tersebut diberi nama “Tari Gambyong Dhoko”. Tidak seperti pada tari gambyong klasik yang murni kelemah lembutan khas Jawa Tengah yang ditonjolkan, tetapi unsur-unsur gerak tari khas Jawa Timuran sangat bisa dirasakan dalam sajian gerak tari Gambyong Dhoko ini.

Tari Gambyong Dhoko. Foto Dok./TBJT

Penciptaan tari Gambyong Dhoko secara fungsional sebenarnya tidak lepas dari fungsi tari Gambyong klasik secara umum, yakni mengandung harapan agar keselamatan dan ketentraman selalu menaungi masyarakat desa Dhoko dan diharapkan pula hasil panen padi para petani bisa melimpah.

Tari Gambyong Dhoko
foto dok./TBJT

Tarian ini dibawakan oleh 6 orang penari perempuan yang masih muda dengan kostum yang menonjolkan unsur gaya mataraman khas Kediri. Selendang warna kuning yang disampirkan di bahu sebelah kanan para penari. Sebagai penutup dada bagian atas dipakai kemben warna hitam dan kain jarit dengan pola batik khas Kediri. Warna kuning pada selendang dipakai karena warna itu dipercaya sebagai lambang kekayaan menurut kepercayaan masyarakat Jawa. Unsur hijau pada motif kain batik melambangkan kesuburan, sedang warna merah melambangkan keberuntungan.

Tari Gambyong Dhoko
Foto Dok./TBJT


Selain kostum, untuk mempercantik busana juga diperlukan sebuah aksesoris atau pernak-pernik yang indah. Misalnya seperti stagen, gelungan, kemben, jarit, gelang dan kalung. (san)

Seksi Dokumentasi Publikasi

Staff Pada Seksi Dokumentasi Dan Publikasi UPT Taman Budaya Provinsi Jawa Timur, Jabatan Pelaksana : Penyusun Bahan Publikasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.