Pergelaran Wayang Kulit Lakon “Sang Duta Agung”
Sabtu, 16 Juli 2022, bertempat di Pendapa Jayengrana, Taman Budaya Jawa Timur menggelar pertunjukan wayang kulit dengan lakon “Sang Duta Agung” yang dibawakan oleh Dalang Muda berbakat dari Kota Malang Ki Ardhi Poerbo Antono. Acara dimulai dengan penyerahan wayang kulit tokoh Kresna yang menjadi lakon utama oleh Kepala Taman Budaya Jawa Timur Samad Widodo, S.S., M.M. kepada dalang Ki Ardhi Poerbo Antono.
Ki Ardhi Poerbo Antono yang mempunyai nama asli Yul Ardhi Antono lahir di Malang, 24 Juli 1982. Sebagai Alumni Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I Kota Malang 2001 dan menyelesaikan S1 Jurusan Seni Tari 2010, Ki Ardhi punya gaya khas dalam membawakan gelar cerita wayangnya. Senantiasa menyelipkan nukilan baik dari ayat suci maupun hadits nabi dalam setiap lakon yang dibawakannya sebagai bentuk nasehat dan pencerahan kepada penonton. Tembang-tembang iringan pada pergelaran wayangnya juga tak lepas dari tembang sholawat atau nasehat-nasehat islami yang dikemas dalam bentuk tembang berbahasa Jawa. Barangkali kepiawaian semacam ini jarang ditemukan pada dalang lain. Semuanya tak lepas dari basik Ki Ardhi yang sebelumnya memang lulusan Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Malang. Semangat dakwahnya bisa disalurkan melalui media wayang melalui tokoh-tokoh bijak pada karakter wayang yang dilakonkannya.
Berbagai prestasi banyak diraihnya baik tingkat regional maupun nasional, salah satu anugerah tertinggi yang pernah diraihnya adalah penghargaan sebagai Rangking I Pemuda Pelopor Nasional Bidang Seni dan Budaya dan Pariwisata Tahun 2009. Pengabdian yang luar biasa pada pelestarian dan pengembangan kesenian adiluhung wayang kulit ini yang mengantarkannya memperoleh penghargaan tersebut. Saat ini Ki Ardhi juga masih berusaha menyelesaikan Pendidikan Pasca Sarjananya di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Ki Ardhi Poerbo Antono juga mendirikan sebuah sanggar seni yang selalu mengiringinya dalam setiap pergelaran wayang ketika pentas. Sanggar seni tersebut punya nama “Perkumpulan Sanggar Seni Sapu Jagad Malang”. Sanggar Seni Sapu Jagad didirikan untuk mewadahi aktifitas serta kreatifitas berkesenian tradisional terutama seni Pedalangan, Tari dan Karawitan. Disamping itu, Sanggar Seni Sapu Jagad juga berfungsi sebagai benteng pertahanan kesenian tradisional dari serbuan budaya asing. Demi mencapai hal tersebut Sanggar Seni Sapu Jagad membagi kegiatannya dalam tiga aspek, yakni aspek birokrasi, sosial dan religi. Visi yang digaungkan oleh sanggar ini adalah “Menciptakan manusia Indonesia yang tanggap, tangguh dan tanggon, berjiwa Pancasila dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia. Sementara misi yang diemban adalah “Hakaryo Guno Mamayu Hayuning Bawono” yang artinya: Berbuat Manfaat bagi Ketentraman Alam.
Lakon wayang Sang Duta Agung sebenarnya sama dengan lakon pakem wayang kulit “Kresna Duta”. Beberapa pergelaran wayang sebelumnya yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Jatim juga menggelar cerita dengan tokoh utama Kresna. Hal itu dimaksudkan memang untuk pembelajaran kepada masyarakat tentang sosok tokoh Kresna dalam dunia pewayangan. Dari sejak lahir sampai nantinya muksa semua lakon cerita berkisah tentang tokoh Kresna pada rentetan pergelaran tahun 2022 ini.
Sang Duta Agung menceritakan tentang kegagalan Sang Kresna untuk meminta kembali hak atas Kerajaan Astina yang dikangkangi oleh Kurawa yang seharusnya menjadi milik sah Wangsa Pandawa. Padam sudah sinar harapan perdamaian yang dibawa Krisna di Hastinapura. Krisna segera pulang dan menceritakan yang trejadi di perundingan pada Kunti. “Waktunya telah tiba untuk menunjukkan untuk apa seorang ibu membesarkan putra-putranya sehingga menjadi kesatria. Semoga engkau bisa menuntun mereka dalam pertempuran,” kata Kresna ketika menemui Kunti. Perang Baratayudha tinggal menunggu waktu.
Klimak alur ceritera lakon wayang versi Mahabarata adalah terjadinya perang besar baratayuda yang melibatkan Kurawa dan Pandawa. Sebelum perang berlangsung, Kresna menjadi duta Pandawa untuk melengkapi duta yang ketiga kalinya. Kresna mengendarai kereta Jaladara yang ditarik empat kuda yang berwarna merah, putih, hitam dan kuning, simbol kendaraan kebesaran sebagai kendaraan wisnu. Sebagai sais dipercayakan kepada Setiyaki. Ditengah perjalanan dihadang dewa Narada, Janaka, Kanwa dan Parasu. Para dewa diperintahkan Guru Dewa untuk menyaksikan perundingan antara Kresna dengan Duryudana. Setelah sampai di Astina ternyata Duryudana telah mempersiapkan banyak prajurit untuk berperang. Dalam perundingan Duryudana tidak bersedia memenuhi kewajibanya untuk mengembalikan hak bagian keluarga Pandawa tanpa diperjuangkan melalui adu kekuatan.
Di Aloon-aloon Kresna telah dihadang prajurit untuk dibunuh, ternyata yang ada adalah Setiyaki. Terjadilah perang tanding antara Burisrawa melawan Setiyaki. Oleh karena gelagat akan adanya pengeroyokan, Setiyaki lari mencari Kresna. Di pendapa pasewakan terjadilah keelokan setelah Duryudana menolak permintaan Kresna. Munculah kekuatan mantram sakti Kresna yang menakutkan sehingga terjadi huru hara. Melihat gelagat yang kurang baik Narada menenteramkan Wisnu agar segera berubah kembali menjadi Kresna. Sebagai duta berarti gagal, Kresna segera kembali ke Wiratha bersama Setiyaki. Kresna melaporkan bahwa Astina sudah bersiap berperang melawan Pandawa. (sn)