Wayang Layar Panjang Lakon “Ngimpun Jatidiri”
Rekor MURI soal wayang dengan layar terpanjang sampai saat ini masih dipegang oleh ISI Surakarta dalam pementasan wayang kulit dari 6 hingga 9 November 2018. Dimulai dengan pentas wayang beber dari Pacitan, dilanjutkan wayang boneka, wayang krucil dan ditutup pergelaran wayang kulit kolaborasi dengan lakon Pandhawa Kumpul dengan kelir atau layar sepanjang 150,5 meter. Sampai sekarang belum ada yang memecahkan rekor yang tercatat dalam Museum Rekor Indonesia tersebut.
Konsep layar panjang pada pergelaran wayang kulit coba ditampilkan oleh Taman Budaya Jawa Timur pada 3 November 2022 di Pendapa Jayengrana pada hari ke-3 Pekan Wayang Jawa Timur 2022. Walau tidak sepanjang di Surakarta namun dengan ukuran kelir pada umumnya tapi ruang ekspresi seorang dalang diperpanjang menjadi 3 kali dari biasanya. Ada dua dalang yang membelakangi penonton dan ada satu dalang yang menghadap penonton karena memainkan wayang golek.
Pengisi pada pergelaran wayang layar panjang ini adalah siswa jurusan pedalangan SMKN 12 Surabaya. Dibawakan oleh tiga orang dalang muda siswa SMKN 12 Surabaya diantaranya adalah, Sabdo Argo Dedali, Ahmad Maiyo Satriatama dan Sri Bawono Kusdi Waluyo. Naskah ditulis oleh Haris Nurrohman, S.Sn. dan iringan digarap oleh Krisna Nugraha Jati, S.Sn.
Konsep pergelaran wayang layar panjang ini adalah kolaborasi antara wayang golek dan wayang kulit, namun iringan bergaya Jawatimuran. Satu bentuk kolaborasi yang sangat unik dan menarik, dikatakan menarik karena ada wayang golek bergaya Banyumasan dan Sunda pada karakter wayang goleknya. Menggunakan bahasa Jawa dialek Jawatimuran serta bentuk-bentuk suluk dan antawacana gaya Jawatimuran. Hal ini bisa dimaklumi karena muatan pengajaran pelajaran pedalangan di SMKN 12 memang lebih banyak mengarah kepada pedalangan gaya Jawatimuran. Menjadi kurikulum wajib yang harus ditempuh oleh para siswa SMKN 12 Surabaya sebagai syarat kelulusan.
Lakon yang dipentaskakan pada pergelaran wayang layar panjang kali ini adalah “Ngimpun Jatidhiri”. Lakon ini sebenarnya adalah adaptasi dari lakon wayang gaya Jawatimuran “Regawa Merdapa”. Raden Regawa adalah putra Dewi Raghu nama lainnya Raden Rama Wijaya. Sementara Raden Merdapa adalah nama lain dari Raden Lesmana adik dari Raden Rama Wijaya dari ibu Dewi Sumitra.
Dikisahkan prajurit negara Mantili kewalahan melawan raja seribu negara, lalu Prabu Resikala meminta pertolongan kepada Prabu Dasarata raja dari kerajaan Madyapura. Prabu Dasarata menyanggupi permintaan Prabu Resikala kemudian mengutus dua putranya Raden Regawa dan Raden Merdapa untuk menghadang serbuan raja seribu negara. Jika berhasil menghalau raja seribu negara maka akan dinikahkan dengan putri dari Raja Resikala yang bernama Dewi Shinta.
Usaha dua ksatria menghadang serbuan musuh berhasil kemudian Raja Resikala menikahkan Dewi Shinta dengan Raden Regawa sesuai janji yang telah diucapkannya. Sang Putri kemudian diboyong ke Kerajaan Madyapura. Dalam perjalan Dewi Shinta diculik oleh raja angkara murka dari kerajaan Alengka bernama Prabu Dasamuka. Raden Regawa dan Raden Merdapa mencari kemana-mana tapi tidak ketemu.
Kemudian bertemulah dua ksatria kerajaan Madyapura itu dengan seorang ksatria berwujud kera dari kerajaan Rodrastina bernama Raden Sugriwa. Kedua ksataria Madyapura itu meminta tolong kepada Raden Sugriwa. Ksatria kera itu mau menolong tapi dengan syarat dua ksatria Madyapura itu harus membunuh kakaknya yang bernama Raden Subali. Kedua ksatria itu sanggup melakukan dan Raden Subali berhasil dibunuh oleh Raden Regawa. Sebelum membunuh Raden Subali, Raden Regawa meminta agar hutan Indrasana dibabat dan dibersihkan untuk didirikan sebuah kerajaan baru. Akhirnya kerajaan baru itu berdiri dan diberi nama kerajaan Pancawati dengan rajanya Raden Regawa dan Senapatinya adalah Raden Sugriwa.
Pergelaran wayang layar panjang dengan lakon “Ngimpun Jatidiri” yang dibawakan oleh siswa dan guru SMKN 12 Surabaya ini sangat menarik untuk diikuti, kolaborasi dari berbagai instrumen pedalangan mulai karakter wayangnya, bentuk pakelirannya sangat menarik untuk diapresiasi. Walau nuansa Jawatimuran sangat kuat terasa namun karya para guru dan siswa SMKN 12 Surabaya ini sangat apresiatif. Hanya disayangkan ketika penonton yang menyaksikan tidak sampai memenuhi kursi yang disediakan panitia, padahal pergelaran ini boleh dikatakan cukup spektakuler. (sn)