Komunitas Arjasura Tutup Pekan Wayang Jatim 2022 dengan Pergelaran Wayang Kolaborasi
Komunitas Arjasura adalah sebuah komunitas yang didirikan oleh para mahasiswa Jawa Timur yang menempuh pendidikan di Surakarta Jawa Tengah, Arjasura sendiri berarti Arek Jawa Timur yang berada di Surakarta. Berdiri pada tahun 1989 Arjasura sempat mengalami pasang surut kegiatan. Namun pada dasawarsa terakhir, jumlah anggotanya terus bertambah hingga sekarang sekitar 120 anggota dan saat ini diketuai oleh Vito Ivan Prayogo.
Kenggotaan komunitas ini tidak hanya dari daerah-daerah di Jawa Timur, namun juga dari kota lain. Seperti Sukoharjo, Jakarta dan Bandung. Mereka bergabung ke Arjasura untuk belajar kesenian Jawa Timur. Dalam komunitas mereka sering mengadakan pertemuan dan latihan berbagai bentuk kesenian yang tumbuh dan berkembang di Jawa Timur. Dan tidak jarang ketika menggelar acara komunitas ini membiayai sendiri pergelaran tersebut dengan cara urunan.
Pada Pekan Wayang Jawa Timur 2022 yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Jawa Timur, Komunitas Arjasura tampil sebagai penutup rangkaian acara selama sepekan yang semuanya menampilkan berbagai bentuk wayang. Tampil di Gedung Kesenian Cak Durasim pada Senin, 7 November 2022,pukul 08.00 wib. s/d. selesai. Bentuk pergelaran yang dipentaskan yakni wayang kolaborasi dengan lakon “Semar Bangun K’Sayangan”.
Lakon “Semar Bangun K’Sayangan” sebenarnya adalah refleksi dari buku berjudul “Anak-anak Semar” karya Sindhunata. Romo Sindhu mengejawantahkan Semar yang samar itu dengan sudut pandang yang sempurna. Di tangan Romo Sindhu Semar bisa menjelma menjadi tanah, raksasa, wanita bahkan tangis kesedihan. Secara tersurat Romo Sindhu imngin berkata bahwa Semar adalah semesta yang melingkupi kita, baik dulu, kini, sekarang bahkan nanti.
Namun bila dikaitkan dengan konsep kekinian, filosofi Semar yang sebenarnya sarat dengan dengan simbol-simbol kebijakan pada akhirnya malah menjadikan tatanan dunia menjadi timpang. Begitu juga pada bentuk pakeliran yang banyak diminati sampai hari ini, kehadiran sosok Semar bukan lagi dimaknai sebagai sang pemomong dengan wejangan-wejangan kebaikan dan kebenarannya atau dahyang penjaga tatanan dunia. Akan tetapi Semar sekedar dimaknai sebagai pelawak dengan tingkah konyol dan humornya semata.
Pada lakon “Semar Bangun K’Sayangan” Pergelaran wayang bersifat kolaboratif, perpaduan dari unsur teater, tari, musik, humor dan tentu saja pedalangan itu sendiri. Menggelar kelir di panggung Gedung Cak Durasim dan disaksikan oleh penonton. (sn)