Workshop Sabet Wayang Kulit Gaya Ki Wardono Mojokerto
Hari ke-6 Pekan Wayang Jawa Timur yang berlangsung di Taman Budaya Jawa Timur 2022 diadakan acara Workshop Sabet Wayang Kulit yang dinarasumberi oleh Ki Wardono, dalang senior gaya Jawatimuran dari Kabupaten Mojokerto. Pelaksanaan acara berlangsung pada Minggu, 6 November 2022 di Pendapa Jayengrana pukul 10.00 wib. s/d. selesai.
Sabet merupakan semua bentuk ekspresi dalang lewat gerak wayang dalam pertunjukan wayang sesuai dengan karakter tokoh dan suasananya. Sabet merujuk pada semua olah gerak wayang yang dimainkan oleh dalang. Karakter dan suasana seorang tokoh wayang dapat dikenali dari gerak-gerik wayang di kelir. Sabet juga merupakan unsur pementasan wayang yang menyentuh aspek visual, khususnya bagi penonton. Kelincahan seorang dalang memainkan gerak wayang menjadi aspek penting dalam konsep sabet. Bagian tubuh wayang yang bisa digerakkan oleh dalang adalah tangan. Dalam menggerakkan wayang, dalang akan menggoyangkan tubuh wayang disertai gerakan tangan wayang.
Materi sabet disampaikan oleh Ki Wardono kepada sejumlah peserta yang terdiri dari dalang-dalang muda yang ingin mempelajari teknik sabet gaya Ki Wardono yang secara umum mewakili gaya Mojokertoan. Workshop ini bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan pada para peserta dalang muda. Bagaimana memainkan karakter dan contoh teknik menggerakkan wayang dianalisa dan dijelaskan secara gamblang oleh Ki Wardono kepada para peserta.
Dalam seni sabet wayang gaya Ki Wardono ada aturan-aturan, norma-norma atau wewaton yang merupakan konvensi yang dianut oleh Ki Wardono ketika menggerakkan wayang-wayangnya yang bisa menjadi ilmu baru yang didapat oleh para peserta dalang muda. Teknik memegang (cepengan) wayang dan teknik menggerakkan wayang secara terampil sangat mendukung keberhasilan sabet. Ki Wardono tidak mewajibkan teknik yang dimilikinya menjadi satu-satunya pedoman yang harus dianut. Tetapi Ki Wardono malah menganjurkan pada para peserta untuk mengembangkan teknik baru yang mungkin bisa menjadi lebih baik daripada hasil kreasinya.
Dalam pedalangan ada potensi untuk menggarap isi sabet, yaitu rasa kecewa, rasa trenyuh, rasa sedih, rasa gembira dan lain sebagainya yang dapat ditunjukan dengan gerak-gerik wayang atau dengan istilah bahasa tubuh wayang. Jadi sabet ada pacu untuk menggarap gerak-gerik yang berbicara. Dalam solah atau tarian wayang ternyata banyak mempunyai vokabuler gerak, yaitu vokabuler gerak untuk wayang berjalan, wayang menari, wayang berperang, yang kesemuanya itu dibedakan menurut bentuk, jenis dan macamnya boneka wayang, misalnya wayang gagah dan wayang halus atau alusan, jenis manusia, raksasa, hewan, wayang ricikan/perampogan dan sebagainya.
Vokabuler gerak tersebut di dalam pakeliran masih perlu digarap secara terampil dan mapan kaitanya dengan unsur yang lain, mana yang perlu dipilih disesuaikan dengan kebutuhan waktu dan keadaan wayangnya. Yang tak kalah penting adalah bahwa kualitas solah wayang tidak dikesampingkan. Seorang dalang harus menguasai ruang atau gawang pentas sebagai sarana ulah sabet, sehingga dalam penampilan sabetnya tidak akan terjadi suasana lengang. Hendaknya dalang selalu dapat menjaga kedinamisan pemanggungan. Penggarapan dan pengaturan tempo di dalam sabet dalam kaitanya dengan iringan perlu diutamakan, karena sangat mendukung sekali akan keberhasilan sabet.
Semua bekal teknik sabet wayang yang telah diberikan oleh Ki Wardono diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu pengetahuan dunia pedalangan bagi para peserta. Dan tentunya bentuk pewarisan ilmu seperti ini akan mampu ikut berperan menjaga dan melestarikan salah satu kazanah ilmu pedalangan gaya Ki Wardono yang mewakili gaya Mojokertoan. (sn)