Pergelaran Virtual Wayang Kulit Lakon “Tundhung Mala”
Mengawali pergelaran periodik tahun 2021 Taman Budaya Jawa Timur menggelar wayang kulit dengan lakon “Tundhung Mala” yang dibawakan oleh dalang Ki Puguh Prasetyo dari Kabupaten Gresik. Pergelaran masih dilaksanakan dalam bentuk virtual karena masih diterapkannya protokoler covid-19. Disiarkan melalui chanel youtube Cak Durasim pada Sabtu, 20 Februari 2021. Proses pengambilan gambarnya dilaksanakan pada Selasa, 16 Februari 2021.
Tundhung artinya mengusir, Mala artinya penyakit. Tundhung Mala mengisahkan tentang dua putra mahkota kerajaan Wiratha yang bernama Dewi Durgandini dan saudaranya yang bernama Durgandono. Mereka berdua dirundung sakit sejak bayi yang tidak kunjung sembuh. Atas nasehat kakeknya Begawan Bausena mereka berdua disarankan untuk bertapa di Bengawan Silugangga atau sungai Gangga yang sangat besar dan panjang. Durgandini disarankan untuk menjadi tukang tambang penyeberangan di sungai Gangga dan Durgandana harus menjalani ritual Tapa Ngidang. Tapa Ngidang adalah ritual berupa berjalan terus menerus di sepanjang tanggul Sungai Gangga.
Laku yang dijalani oleh kedua kakak beradik itu akhirnya mencapai titik terang setelah keduanya bertemu dengan seorang Begawan muda yang bernama Palasara. Durgandini dan Durgandana disembuhkan sakitnya oleh Begawan Palasara dengan diberikan ramuan obat yang berasal dari kunir (kunyit) putih, sehingga membuat mereka berdua sembuh seketika. Kesembuhan keduanya membuat orang tua mereka Prabu Mandrabahu bersuka cita.
Durgandana akhirnya diangkat oleh ayahnya Prabu Mandrabahu menjadi raja di kerajaan Wiratha, sementara Durgandini dipersunting oleh Begawan Palasara. Pernikahan Durgandini dan Begawan Pulasara yang akhirnya melahirkan anak yakni Resi Abiyasa yang menjadi leluhur para pendawa dan Kurawa.
Lakon Tundhung Mala dipentaskan sebagai bentuk inisiatif dari Ki Dalang Puguh Prasetyo untuk meruwat bumi nusantara dari wabah yang melanda saat ini yakni berwujud virus korona. Proses penyembuhan dua orang anak raja yang sedang dilanda penyakit dengan obat berupa ramuan obat yang berwujud kunir (kunyit) putih yang diberikan oleh Begawan Pulasara, mengandung makna bahwa pada situasi pandemi sekarang ini hendaklah kita semua lebih mendekat atau mengkonsumsi obat tradisional warisan para leluhur kita berupa empon-empon khususnya kunyit putih. Penggunaan kunyit sebagai salah satu alternatif pertahanan tubuh untuk mencegah penularan virus korona memang disarankan oleh para ahli pengobatan. (san)