Pergelaran Wayang Kulit Lahire Narayana
Sabtu, 20 Agustus 2022, bertempat di pendapa Jayengrana Pergelaran Wayang Kulit Gaya Jawa Timuran oleh Ki Sugilar Kanda Bawana berlangsung dengan mengusung lakon : “Lahire Narayana”. Pergelaran berlangsung mulai pukul 20.00 s/d. selesai. Ki Sugilar adalah dalang senior gaya Jawa Timuran dari Kabupaten Mojokerto.

Acara dbuka oleh Kepala Taman Budaya Jawa Timur Samad Widodo, S.S., M.M. dengan ditandai penyerahan tokoh wayang Narayana kepada Dalang Ki Sugilar. Ki Sugilar Lahir pada 1953 dari 5 bersaudara di Mojokerto, dianggap “kewahyon” oleh keluarganya dan harus meneruskan profesi dalang yang sudah turun temurun sejak dalang Ki Kreta kakek canggahnya mulai memainkan wayang. Sejak kecil Sugilar menyukai wayang, dia bersama teman-temanya biasa memainkan wayang dari rumput atau istilah jawanya “Wayang Suket”. Dengan tabuhan iringan memakai mulut yang menirukan suara gamelan. Sempat menimba ilmu pedalangan (nyantrik) pada beberapa dalang Jawa Timuran yang kondang pada waktu itu, seperti: Ki Suwoto Gozali, Kyai Giman dan Ki Joko Buang.
Ki Sugilar tampil dengan diiringi grup karawitan Setya Pamor yang dipimpin oleh KI Sugilar sendiri, dengan jumlah personel 35 orang. Ada yang menarik yakni jumlah pesinden yang menjadi wiraswarawati yang melengkapi iringan yang berjumlah sembilan orang. Mulai pesinden muda usia sekolah sampai yang senior ikut serta meramaikan suasana Gelar Wayang Kulit Gaya Jawa Timuran ini.

Cerita “Lahire Narayana” mengisahkan tentang seputar kelahiran Narayana atau Kresna dimasa muda yang dipenuhi dengan ketengangan karena serbuan dan keserakahan Prabu Naga Yaksa dan Prabu Garuda Yaksa dari Negara Awu Awu Langit yang membuat kemelut di Negara Mandura. Kedua raja raksasa menginginkan Dewi Rohini dan Badrahini istri Basudewa yang sedang hamil.
Perseteruan kedua negara tak terelakan, pertarungan dua perusuh dengan bala tentara Mandura tak dapat dihindari. Semua punggawa Kerajaan Mandura berhasil dikalahkan oleh Prabu Naga Yaksa dan Garuda Yaksa. Patih Kerajaan Mandura Prabu Rukma yang masih terhitung paman dari Prabu Basudewa dikalahkan. Prabu Rukma akhirnya meminta pertolongan pada Raden Pandu Dewayana raja Astina yang merupakan istri Dewi Kunti adik Prabu Basudewa.

Kesaktian Prabu Naga Yaksa dan Garuda Yaksa memang sulit dikalahkan, tiap kali satu orang mati kena senjata Raden Pandu Dewayana, dilangkahi oleh satunya maka hidup kembali. Raden Pandu sampai berputus asa dengan cara apa kedua musuh itu harus dimusnahkan. Kemudian menghadap Resi Abiyasa di Pedopkan Rahtawu mengadukan kekalahannya menghadapi dua ksatria tangguh itu. Resi Abiyasa akhirnya maju sendiri menghadapi dua orang pembuat onar itu.
Dengan mengeluarkan Aji Walad akhirnya Prabu Naga Yaksa dan Garuda Yaksa hancur lebur dan berubah wujud menjadi Dewa Wisnu dan Dewa Basuki. Kedua dewa itu ternyata bermaksud hendak menitis kepada dua calon anak Prabu Basudewa yang dikandung oleh Dewi Rohini dan Dewi Badrarini. Dewa Basuki masuk menitis di kandungan Dewi Rohini dan diberi nama Kakrasana oleh Prabu Basudewa, sementara Dewa Kresna masuk menitis di kandungan Dewi Badrahini yang akhirnya diberi nama Narayana. (sn)