Pergelaran

Ludruk Gita Praja Jombang, Awali Pergelaran Di Tahun 2025

Memasuki tahun anggaran 2025 UPT. Taman Budaya Provinsi Jawa Timur mulai menggelar pergelaran kesenian pada bulan Februari. Pergelaran perdana diisi oleh Grup Ludruk Gita Praja dari Kabupaten Jombang. Lakon yang diusung pada pergelaran perdana ini adalah “Pendekar Naga Sungkem”. Pergelaran dilaksanakan pada Sabtu, 22 Februari 2025 di Pendapa Jayengrana Taman Budaya Jatim. Acara dimulai pada pukul 20.00 WIB. Dibuka oleh Kepala UPT. Taman Budaya Jatim Ali Ma’roef, S.Sos., M.M. Antusiasme penonton untuk mengapresiasi Ludruk Gita Praja sangat luar biasa. Pergelaran Ludruk merupakan salah satu pergelaran dengan rating penonton tertinggi yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Jatim.

Tari Bedhayan Putri Ludruk Gita Praja Jombang (Foto dok. TBJT)

Lakon ludruk biasanya dibedakan menjadi dua macam, yakni lakon pakem dan lakon fantasi. Cerita pakem adalah cerita mengenai tokoh-tokoh terkemuka dari wilayah Jawa Timur, seperti Sakera dan Sarif Tambak Oso. Sementara cerita fantasi adalah cerita karangan individu tertentu yang biasanya berkaitan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Lakon fantasi meliputi lakon horor, drama rumah tangga. Lakon ini sering dipentaskan karena para penonton cenderung menyenanginya. Penonton lebih menyenangi lakon fantasi yang bercerita tentang drama kehidupan yang biasanya diselingi dengan adegan tragedi dan humor.

Lakon “Pendekar Naga Sumgkem” merupakan lakon fantasi yang mengisahkan tentang percintaan dua murid sebuah padepokan yang mengalami berbagai rintangan dan cobaan hingga puncaknya cinta kedua murid padepokan tersebut menjadi sebuah ikatan. Pergelaran ini didukung oleh kurang lebih 50 orang seniman, disutradarai oleh Heru Pamungkas, penata iringan : Didik Setiawan, penata rias/kostum : Erna, penata lampu : Joni Ardiyansah, property/artistik : Wawan, Heru Pamungkas.

Urut-urutan adegan yang dipergelarkan oleh Ludruk Gita Praja berpatokan pada pergelaran ludruk yang biasa diselenggarakan oleh Taman Budaya Jatim, yakni bedhayan, tari remo, lawak dan terakhir cerita. Para penari penari/penyanyi bedhaya yang ditampilkan oleh Ludruk Gita Praja semuanya perempuan asli, bukan transgender sebagaimana ditampilkan beberapa grup ludruk yang masih mengkaryakan beberapa transgender untuk didapuk menjadi pemain. Yang menarik dari para pemain bedhayan adalah mereka rata-rata masih usia remaja.

Tari Remo oleh Cak Kitri (Foto dok. TBJT)

Ringkasan cerita lakon “Pendekar Naga Sungkem” sebagai berikut : Gurda Birawa seorang pendekar, tidak terima dengan kematian ayahnya yang dibunuh Sidik Wacana 15 tahun yang lalu. Dendam yang masih membara dalam hati Gurda Birawa mengharuskannya menuntut balas ke padepokan Randu Sewu. Ketika sedang terjadi sarasehan dengan para muridnya, Guru Sidik Wacana mendapat pengaduan dari seorang muridnya tentang kedatangan seorang tamu yang membawa sejumlah pengikut untuk menuntut balas. Dari hasil pembicaraan yang tidak ada kesepakatan akhirnya pertarungan kedua kubu tak terhindarkan. Gerombolan yang dipimpin Gurda Birawa bisa dipukul mundur.

Di padepokan yang diasuh Guru Sidik Wacana ada dua orang murid yakni Jaka lintang dan Lembayung yang sedang menjalin asmara. Suatu saat Lembayung pamit pulang untuk bertemu orang tuanya yang lama tidak dikunjungi. Sebelum pulang Lembayung sempat berpesan kepada Jaka Lintang agar dia segera melamar ke orang tuanya. Di pihak lain ada seorang anak muda bernama Anggoro anak seorang kaya bernama Tirtondanu yang wataknya sombong yang melamar Lembayung. Betapa marahnya Tirtondanu kepada Lurah Carang Kuning orang tua Lembayung ketika tahu bahwa ternyata Lembayung sudah dilamar orang lain. Siasat licik dijalankan oleh Tirtondanu untuk menggagalkan rencana pernikahan Lembayung dan calon suaminya.

Pertarungan Jaka Lintang dan naga jelmaan kakak perempuannya sendiri (Foto dok. TBJT)

Ketika rencana licik itu sedang dijalankan, Tirtondanu dan anak buahnya tiba-tiba diserang oleh seekor naga raksasa yang mengamuk hingga melukai Tirtondanu dan keluarganya. Hal yang tak terduga itu akhirnya membuat orang tua Lembayung membuka sayembara, siapa saja yang bisa menaklukkan naga raksasa itu kalau laki-laki bujang akan dijodohkan dengan lembayung. Kemudian datanglah Jaka Lintang untuk mengikuti sayembara itu dan naga raksasa itu bisa dikalahkan. Pesan moral yang ingin disampaikan pada lakon ludruk “Pendekar naga Sungkem” ini adalah, ketika keangkaramurkaan bisa berbuat semena-mena maka keadilanlah yang akan berbicara, takdir Tuhan Yang Maha Kuasa pada akhirnya tetap pada ketentuanNya. (sn)

Seksi Dokumentasi Publikasi

Staff Pada Seksi Dokumentasi Dan Publikasi UPT Taman Budaya Provinsi Jawa Timur, Jabatan Pelaksana : Penyusun Bahan Publikasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.