Pergelaran

Ludruk Marsudi Laras, Mayoritas Penontonnya Kalangan Muda

Kedurhakaan Satar pada orang tua dan isterinya berakibat nyawa Satar melayang karena kecurangannya dalam adu dara, Satar dibunuh oleh Jarwo beserta merpati aduan yang telah memenangkan taruhan (foto dok. octo TBJT)

Sabtu, 4 Juni 2022 bertempat di Gedung Kesenian Cak Durasim Taman Budaya Jatim diselenggarakan Pergelaran Ludruk Marsudi Laras dengan lakon “Tetesan Darah Merpati”. Yang cukup mencengangkan pada pergelaran kali ini adalah segmen penonton yang hadir hampir 75 persen datang dari kalangan anak muda baik pelajar atau mahasiswa. Pergelaran ludruk yang diselenggarakan Taman Budaya biasanya para penontonnya hampir 90 persen adalah kalangan dewasa. Namun tidak dengan Ludruk Marsudi laras kali ini, stigma bahwa ludruk adalah kesenian yang mendekati punah sepertinya harus dimentahkan dengan melihat fenomena penonton yang hadir pada pergelaran ini. 412 kursi penonton semua terisi penuh bahkan penonton sampai duduk di karpet karena tidak kebagian tempat duduk.

Antusiasme penonton yang begitu luar biasa ini tak lepas dari upaya publikasi yang dilakukan oleh pihak Taman Budaya Jatim yang dilakukan melalui media sosial serta poster dan baliho yang dipasang di halaman Taman Budaya. Juga upaya publikasi yang dilakukan oleh Grup Ludruk Marsudi Laras sendiri untuk menjaring penonton terutama dari kalangan muda. Daya tarik Grup Ludruk Marsudi Laras terletak pada banyolan-banyolan yang dimainkan Agung dan Arista dua orang pelawak jebolan Audisi Pelawak Indonesia (API) yang diselenggarakan oleh Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) sebelum berubah menjadi MNC TV pada tahun 2005.

Ludruk Marsudi Laras bermarkas di Asem Jajar 36 Surabaya yang diketuai oleh Suhartatok. Lakon yang diangkat yakni “Tetesan Darah Merpati” mengisahkan tentang percintaan dua orang kekasih Drajat dan Sahada yang gagal karena Sahada dinikahkan oleh orang tuanya dengan Satar anak orang kaya di kampungnya. Namun perilaku Satar yang kurang terpuji membuat Sahada menjadi nestapa.

Satar seorang kepala rumah tangga yang kesukaanya berjudi adu dara sehingga tidak memikirkan kewajibannya sebagai seorang ayah yang harus menafkahi keluarganya. Ketika berlangsungnya adu dara, istri Satar yang bernama Sahada yang taat beribadah, menemui suaminya di kalangan adu dara sambil mengingatkan suaminya akan tanggung jawabnya sebagai suami menafkahi keluarga dan mengingatkan bahwa berjudi adu dara merupakan perbuatan dosa. Satar yang mendengar ocehan istrinya, mukanya merah padam, emosinya semakin meluap karena Satar beranggapan jika istri datang di kalangan perjudian akan membawa sial.

Arista dan Agung, ikon banyolan Ludruk Marsudi Laras, sangat mengocok perut membuat penonton terpingkal (foto dok. octo TBJT)

Satar mendengar suara tuk- tuk, kentongan musuhnya berbunyi lebih dahulu sebagai tanda burung dara jagoannya kalah, emosinya semakin memuncak. Istrinya dihardik, dipukul, ditendang bahkan diseret di jalan. Ketika menyeret istrinya di jalan tiba tiba dihentikan oleh Drajat sahabat Satar, juga mantan kekasih Sahada, Drajat mengingatkan kepada Satar agar mantan kekasihnya tidak diperlakukan sekasar itu, tapi Satar tidak menggubris nasihat sahabatnya. Drajat emosi sambil berkata kasar dan menantang Satar berkelahi. Terjadilah pertengkaran dan Drajat kalah, setelah itu Satar meninggalkan Drajat untuk kembali ke rumah.

Satar mempunyai rencana adu dara lagi dengan taruhan yang lebih besar.  Mendengar rencana Satar, Sahada istrinya mengingatkan suaminya, tapi suaminya tidak terima dengan teguran istrinya dan mengancam istrinya untuk tidak ikut campur urusan pribadinya, akhirnya ibu Satar memarahi perilaku anaknya tapi Satar justru mengancam ibunya kalau tidak di beri uang taruhan burung dara maka sertifikat tahan akan di buat jaminan. Kemudian Satar pergi meninggalakan rumahnnya untuk mencari burung dara yang yang akan dijagokan dipertarungan minggu depan. Satar menerima informasi dari temannya, bahwa ada burung milik Gantar yang bernama Bagong mempunyai keistimewaan dalam kecepatan terbang, maka Satar menemui Gantar dengan maksud meminjam burungnya untuk pertarungan minggu depan. Selain dipinjami burung dara, juga dipinjami pusaka kecil yang bernama Kyai Tapak Angin, dengan tujuan agar burung dara lawan ketika mau hinggap di pegupon terbang kembali. Di kalangan para penggemar adu dara Satar selalu menang dengan meraup penghasilan jutaan rupiah.

Jarwo lawan tanding terberat dan kawannya merasa curiga terhadap Satar, karena burung daranya yang bernama Gundala setiap mau hinggap terbang kembali. Akhirnya mereka menemui Satar untuk menginterogasi dan menggeledah pakaian Satar untuk membuktikan bahwa Satar bermain curang dalam pertaruhan burung dara itu. Satar tidak mau digeledah dengan alasan dia tidak merasa bermain curang.  Jarwo dan temannya memaksa menggeledah tubuh Satar, akhirnnya di temukan pusaka kecil di sakunya.

Pemberian piagam penghargaan oleh Kasie Penyajian kepada Hartatok selaku pimpinan sekaligus sutradara Ludruk Marsudi Laras, disaksikan Kasie Dokumentasi Publikasi/memakai ikat kepala (foto dok octo TBJT)

Dengan rasa jengkel Jarwo dan temannya merasa dicurangi hingga mereka menghajar Satar. Kemarahan Jarwo diluar kendali hingga Bagong burung dara yang malang disembelih. Jarwo kemudian menghunus pusaka yang dipinjam Satar kemudian ditusukkkan ke perutnya. Satar terluka parah di bagian perut. Melihat ada pertengkaran, akhirnya Drajat mantan pacar istri Satar berusaha memisah agar tidak terjadi pertengkaran lagi.

Setelah Jarwo dan kawannya meninggalkan arena pertaruhan burung dara, Drajat terkejut ternyata yang ditusuk pisau adalah Satar. Drajat berusaha membawa satar ke rumah sakit, tapi Satar tidak mau karena merasa ajalnya sudah dekat. Akhirnya Satar meminta maaf kepada Drajat atas semua kesalahannya pada Drajat. Satar juga memanggil-manggil Sahada istrinya dengan maksud juga mau minta maaf atas kesalahannya.  Begitu istrinya tiba, Satar memegang tangan Drajat dan Sahada kemudian di letakan diatas dadanya sambil berkata, “Tetesan darah merpati ini sebagai bukti cinta kalian berdua abadi”, kemudian Satar menghembuskan nafas terakhir, dengan spontan Sahada berteriak memanggil suaminya, lampu black out adegan selesai.

Pesan moral yang ingin disampaikan dalam cerita ludruk “Tetesan Darah Merpati” ini menurut sutradara Suhartatok adalah, janganlah dalam kehidupan ini bila menjadi seorang anak itu durhaka pada orang tua apapun bentuknya. Karena orang tua itu “malati” (keramat), akibat terjelek yang terjadi apabila durhaka pada orang tua adalah seperti yang menimpa Satar pada cerita ludruk diatas. Juga Hendaklah menjadi seorang suami itu selalu menghargai seorang istri, tidak merendahkan dan meremehkan status istri. Sehingga seorang suami bisa menjadi seorang imam yang baik bagi keluarganya. (sa)

Seksi Dokumentasi Publikasi

Staff Pada Seksi Dokumentasi Dan Publikasi UPT Taman Budaya Provinsi Jawa Timur, Jabatan Pelaksana : Penyusun Bahan Publikasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.