Kemegahan Tertinggi Dalam Bermusik
Oleh: Diecky K. Indrapraja
Gedung Pertunjukan Sawunggaling Kampus Universitas Negeri Surabaya (UNESA) Lidah Wetan sontak menjadi sangat berisik di siang itu. Untuk sesaat, gedung pertunjukan tersebut berubah menjadi laboratorium musik. Marda sadar betul, bahwa untuk merepresentasikan ruang bunyi para pande besi, ia membutuhkan sekumpulan alat-alat perkusi. Ia terus bereksplorasi mencari bebunyian yang mampu merepresentasikan ide dan konsep karyanya.
Tak kurang terdapat 14 alat musik perkusi dan lima pemusik yang memainkan alat musik perkusi tersebut. Penentuan jumlah alat musik dan jumlah pemusik tentu melewati berbagai proses seleksi dan pemenuhan kebutuhan target bunyi. Menurut Marda, pada awalnya ia menggunakan empat pemain perkusi saja. Namun pada perjalanan latihan selanjutnya ia menambahkan satu pemain perkusi lagi. Berikut ini pemusik yang terlibat dalam karya Pandepandemi:
Ami (Peking, Rebana, Kecer, Kentongan) Aglis (Japan, Suling, Tong/Drum Air dan Seng) Dofi (Bonang Babok) Taba (Slenthem, Rebana, Kentongan) Tatang (Kendang Ciblon, Rebana, Kentongan)
Dilihat dari komposisi alat musik tersebut, selain alat-alat musik tradisi yang pakem, terdapat juga alat-alat musik non konfensional yang digunakan. Misalnya adanya tong/drum air besar yang terbuat dari plastik dan dibalut dengan lembaran seng. Ada juga alat musik hasil modifikasi, misalnya pada kecer. Di samping itu ada pula perlakuan alat musik yang “tidak biasa” misalnya pada Bonang yang beberapa diletakkan di karpet untuk mendapatkan kesan suara “teredam”. Juga penggunaan stik Bonang yang sesekali dibalik dan sesekali menggunakan stik dari besi. Pun juga dengan alat musik Japan, Kecer, dan Kentongan, yang menggunakan stik dari besi. Sedangkan pada rebana, Marda menggunakan tiga rebana dengan ukuran yang berbeda, guna mendapatkan wilayah bunyi yang lebih bervariasi.
Dengan komposisi padat dari ansambel perkusi tersebut, menjadikan penyesuaian baru untuk ansambel string. Pada awalnya string hanya di isi oleh sembilan pemusik saja. Namun, guna menyeimbangkan tekstur dan kepadatan bunyi komposisinya, maka Marda menambahkan pemusiknya menjadi 12 pemusik. Berikut ini pemusik string yang terlibat di karya Pandepandemi:
Violin 1 (Yuda, Pungki, Danin) Violin 2 (Ricky, Adrey, Tio) Viola (Urip, Rizal, Joko) Cello (Syaifur, Garis, Brian) Double Bass (Kenno)
Tidak ada hal yang benar-benar baru dari bebunyian ansambel sting tersebut, baik dari aspek teknik maupun harmoni. Bagian yang dimainkan ansambel string secara umum merupakan penyeimbang dan kontras bagi ansambel perkusi. Pada bagian awal karya, saat pemusik dari ansambel string memasuki panggung pertunjukan, mereka masuk sambil menyenandungkan kalimat yang menjadi tema karya ini, yaitu Pandepandemi.
Semua pemusik yang terlibat pada karya ini terdiri dari alumni dan mahasiswa UNESA. Hal ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemusik yang terlibat. Mendapatkan pengalaman berproses bersama dan saling belajar menginterpretasi karya baru adalah kemegahan yang sulit didapat pada sesi akademis mata kuliah apapun. Menurut Marda, pemusiknya sangat solid. Hal ini terbukti dari tidak adanya bongkar pasang pemusik baru. Namun lebih dari itu, hingga kini semua pemusik yang terlibat dalam kondisi sehat dan waras untuk tetap kreatif bereksplorasi. Karena itulah yang mahal di masa-masa seperti saat ini.
Akhirnya, penulis ingin menutup tulisan ini dengan kutipan pernyataan dari Sting, musisi dan penulis lagu asal Inggris.
“Jika kita memainkan musik dengan semangat, cinta, dan kejujuran, maka hal itu akan mampu menyehatkan jiwa, menyembuhkan luka, dan membuat hidup layak untuk dijalani. Musik adalah kado terbaik untuk masa-masa saat ini”
Semoga!